“Terkadang,
keterkaitan bathin antara pasangan hidup, sukar untuk dijelaskan, tetapi nyata
adanya.” ( quote di
suatu lembar novel favorit saya).
Ya! Keterkaitan batin antara
pasangan hidup. Terkadang saya mengalaminya bersama si dia, yang sudah
mendampingi saya kurang lebih lima bulan sejak kami menikah. Keterkaitan batin
yang kadang dipicu oleh rasa cemburu, senang, maupun sedih...
Akhir-akhir ini sepertinya saya
menjadi “penunggu” setia. Si abang yang punya agenda padat, syuting alias syuro’ / rapat penting,
hampir selalu tiba di rumah ketika larut malam. Saya yang insomnia, semakin bertambah-tambah gak bisa tidur hingga si abang
pulang. Meski si abang sendiri sering nasihatin saya agar jangan menungguinya
pulang, “kasihan cinta,” katanya (^_^) . Tetapi sebagai istri yang baik, mana
bisa saya tidur jika ia belum pulang... Ehem....
Semalam, setiap saya mendengar deru
motor, saya sampai berkali-kali bolak-balik kamar-pintu, mengintip lewat kaca
jendela, apakah itu si abang. Eh, berkali-kali pula ternyata bukan. Hufthh,,,
sudah sampai pergantian hari gini belum balik juga. Alamat kulit muka cepat
keriput nih kalo begadang terus, hihihi.... Dengan sedikit kesal saya hempaskan
diri di kasur, membolak-balik halaman buku yang sedari kemarin sudah tamat
berkali-kali. Memejamkan mata, saya berbisik, “Ya Allah, saya infakkan suami
saya di jalan dakwah ini. Ia milikmu, saya infakkan ia kepada-Mu. Biar saya
merasakan kemanfaatannya dengan melihat kebahagiaan atas upayanya di jalan-Mu.”
Tak lama berselang, ternyata si abang pulang dan secepat kilat saya berlari
membuka gembok gerbang. Tampak suami saya bergumam meminta maaf, agaknya merasa
bersalah karena terlalu larut pulangnya... Mesra, ia menggandeng saya masuk,,, cihuyyy.....
Setelah merapikan tas dan mengganti
pakaian, suami saya mendekat, meraih tangan saya dan berkata, “Maafkan Abang
ya, selalu membuat istri yang baik ini menunggu,” saya hanya tertunduk, “Abang
bertekad menginfakkan diri Abang untuk kemenangan dakwah ini. Gimana kalo’
istri Abang ini minta kepada Allah semoga segera dikaruniai anak ya, biar istri
Abang ini ada temannya ketika Abang pergi.”
Kutatap ia
dengan senyum mengembang. Wah, dengar apa yang ia katakan, persis dengan yang
kukatakan kepada Allah, menginfakkan suami
/ dirinya di jalan dakwah. Subahanallah, batin saya bertasbih kepada-Nya.
Ternyata rasanya indah ketika kita memiliki keterkaitan batin dengan orang yang
kita sayangi... Terima kasih Ya Allah,,, jagalah kami agar tetap teguh dengan komitmen
ini. Komitmen yang memberikan pahala, bukan kesia-siaan... Aamiiin...
2 komentar:
uhuk, bikin iri ne hehehehe... perlu menyimak tentang kebathinan bersama pasangan biar jdi referensi sy dikemudian hari :)
Hehehe,, Mbak Parlina Wi,, nanti keterkaitan batinnya timbul sendiri bersama pasangannya...
Posting Komentar