Sabtu, 07 Desember 2013

Indahnya Keterkaitan Batin ...



            “Terkadang, keterkaitan bathin antara pasangan hidup, sukar untuk dijelaskan, tetapi nyata adanya.” ( quote di suatu lembar novel favorit saya).
            Ya! Keterkaitan batin antara pasangan hidup. Terkadang saya mengalaminya bersama si dia, yang sudah mendampingi saya kurang lebih lima bulan sejak kami menikah. Keterkaitan batin yang kadang dipicu oleh rasa cemburu, senang, maupun sedih...
            Akhir-akhir ini sepertinya saya menjadi “penunggu” setia. Si abang yang punya agenda padat, syuting alias syuro’ / rapat penting, hampir selalu tiba di rumah ketika larut malam. Saya yang insomnia, semakin bertambah-tambah gak bisa tidur hingga si abang pulang. Meski si abang sendiri sering nasihatin saya agar jangan menungguinya pulang, “kasihan cinta,” katanya (^_^) . Tetapi sebagai istri yang baik, mana bisa saya tidur jika ia belum pulang... Ehem....
            Semalam, setiap saya mendengar deru motor, saya sampai berkali-kali bolak-balik kamar-pintu, mengintip lewat kaca jendela, apakah itu si abang. Eh, berkali-kali pula ternyata bukan. Hufthh,,, sudah sampai pergantian hari gini belum balik juga. Alamat kulit muka cepat keriput nih kalo begadang terus, hihihi.... Dengan sedikit kesal saya hempaskan diri di kasur, membolak-balik halaman buku yang sedari kemarin sudah tamat berkali-kali. Memejamkan mata, saya berbisik, “Ya Allah, saya infakkan suami saya di jalan dakwah ini. Ia milikmu, saya infakkan ia kepada-Mu. Biar saya merasakan kemanfaatannya dengan melihat kebahagiaan atas upayanya di jalan-Mu.” Tak lama berselang, ternyata si abang pulang dan secepat kilat saya berlari membuka gembok gerbang. Tampak suami saya bergumam meminta maaf, agaknya merasa bersalah karena terlalu larut pulangnya... Mesra, ia menggandeng saya masuk,,, cihuyyy.....
            Setelah merapikan tas dan mengganti pakaian, suami saya mendekat, meraih tangan saya dan berkata, “Maafkan Abang ya, selalu membuat istri yang baik ini menunggu,” saya hanya tertunduk, “Abang bertekad menginfakkan diri Abang untuk kemenangan dakwah ini. Gimana kalo’ istri Abang ini minta kepada Allah semoga segera dikaruniai anak ya, biar istri Abang ini ada temannya ketika Abang pergi.”
Kutatap ia dengan senyum mengembang. Wah, dengar apa yang ia katakan, persis dengan yang kukatakan kepada Allah, menginfakkan suami / dirinya di jalan dakwah. Subahanallah, batin saya bertasbih kepada-Nya. Ternyata rasanya indah ketika kita memiliki keterkaitan batin dengan orang yang kita sayangi... Terima kasih Ya Allah,,, jagalah kami agar tetap teguh dengan komitmen ini. Komitmen yang memberikan pahala, bukan kesia-siaan... Aamiiin...



2 komentar:

Parlina Wi mengatakan...

uhuk, bikin iri ne hehehehe... perlu menyimak tentang kebathinan bersama pasangan biar jdi referensi sy dikemudian hari :)

Unknown mengatakan...

Hehehe,, Mbak Parlina Wi,, nanti keterkaitan batinnya timbul sendiri bersama pasangannya...

Posting Komentar