Rabu, 11 Desember 2013

RESENSI NOVEL DA CONSPIRACAO_NASKAH LOMBA RESENSI BUKU INDIVA


RESENSI
Judul Buku      : Da Conspiracao (Sebuah Konspirasi)
Penulis             : Afifah Afra
Penerbit           : Afra Publishing
 (Kelompok Penerbit Indiva Media Kreasi)
Tahun Terbit    : 2012
Tebal Buku      : 632 halaman
Ukuran Buku  : 20 cm
ISBN               : 978-602-8277-66-2
Harga Buku     : Rp65.000,-

Dahsyatnya Konspirasi
            Bendara Raden Mas Rangga Puruhita, seorang pemuda ningrat, cucu raja terbesar di pulau Jawa, sarjana ekonomi, pintar dan terpelajar, baru beberapa bulan kembali dari negeri kincir angin setelah menyelesaikan studinya di universiteit Leiden, bercita-cita membangun ekonomi bangsanya yang sangat terpuruk. Sayang, sebuah konspirasi keji yang menudingnya melibatkan diri dalam pergerakan melawan kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda membuatnya mesti terbuang ke tanah Flores yang sangat jauh dan gersang.
            Tan Sun Nio, gadis keturunan Tionghoa, jelita, ambisius, cerdas, dan sangat pemberani, bersumpah untuk mengabdikan diri sebagai budak sang kakak di tanah Ende, Flores, setelah dikhianati oleh kekasihnya tepat di malam pinangan yang amat dinantikannya. Di tanah Flores, ia menjadi penguasa bisnis terbesar setelah menggantikan kakaknya. Bisnis yang berkembang pesat membuatnya menjadi ratu perniagaan tak hanya di tanah Flores, bahkan di seluruh kawasan Hindia Timur. Sayang, keberadaannya justru menjadi momok menakutkan bagi para nelayan dan masyarakat kecil di tanah Ende.
            Rangga dan Tan Sun Nio, mereka bertemu di tengah medan yang masih sarat dengan bara pertempuran. Dendam terhadap pemerintah masih teramat kental di dada para suku kecil masyarakat Flores pasca peperangan berpuluh-puluh tahun silam. Membuat keadaan mencekam yang sewaktu-waktu bisa meledakkan pertempuran.
            Rangga dan Tan Sun Nio, mereka bertemu pada situasi yang awalnya justru membuat mereka berhadapan sebagai lawan. Namun, sebuah konspirasi tingkat tinggi yang melibatkan sekelompok bajak laut, Bevy de Aquia Leste, yang di dalamnya melibatkan orang-orang yang ironisnya selama ini adalah orang yang dekat dengan mereka, membawa mereka pada sebuah persamaan yang mengeratkan rasa yang semakin tumbuh antara keduanya. Pergolakan demi pergolakan pun kian deras mengalir, menyeret mereka dan beberapa pihak dalam permainan konspirasi tingkat tinggi yang sungguh teramat sangat berbahaya. Rangga bahkan kehilangan ingatannya. Akankah hal ini menjadi kesempatan yang dimanfaatkan Tan Sun Nio untuk masuk dalam kehidupan Rangga sepenuhnya? Bagaimana pula dengan nasib Maria yang diam-diam mencintai Rangga? Apa yang terjadi dengan Herman Zondag yang ternyata adalah Robin Hood van Ende? Bagaimana kisah kehidupan Rangga selanjutnya? Ahh,, sungguh penuh konflik dan konspirasi.
*****
            Novel yang satu ini merupakan sebuah novel ideologis, karya ke-3 dari tetralogi De Winst dan De Liefde yang telah terbit sebelumnya (seri terakhir belum terbit). Namun, tak masalah jika belum membaca kedua novel pendahulunya karena masing-masing novel dalam tetralogi ini memiliki konflik dan kisah yang berbeda. Pertama melihat dan memegang buku Da Conspiracao ini, dari cover dan bobotnya, saya berdecak kagum. Dari covernya saja sudah memberikan keyakinan bahwa tema yang disajikan lebih berat dari novel pendahulunya.
            Da Conspiracao, bersetting masa lalu di bumi bagian paling timur Indonesia. Sarat dengan konflik dan konspirasi, namun juga tak melulu menghadirkan ketegangan. Kisah cinta yang dihadirkan memberikan warna tersendiri yang menjadi padu dengan konflik yang muncul. Sungguh sangat lengkap alasan kenapa kita mesti membaca buku ini. Kisah dan konflik yang dihadirkan benar-benar tak sekedar fiksi karena ternyata dalam menyusun novel ini, penulisnya telah terlebih dahulu melakukan pengkajian mendalam tentang sejarah terkait sehingga benar-benar membuat novel ini “berisi” dan mengundang kagum. Bahkan beberapa dialognya benar-benar dikutip dari buku sumbernya. Kisah yang dihadirkan di setiap bab memberi kejutan demi kejutan yang mencuatkan rasa penasaran untuk segera menuntaskannya hingga akhir. Plotnya begitu apik, hidup, dan komplit!  Meski tebal halamannya mencapai 600-an dan mengisahkan sejarah, namun tak membuat dahi sampai berlipat membacanya karena gaya bertutur penulis begitu lincah dan teratur. Secara keseluruhan novel ini nyaris tanpa kekurangan.
            Namun, menurut saya ada beberapa hal yang menjadi poin minus dalam novel ini. Pada beberapa halaman saya menemukan penggunaaan kata ganti yang kadang berbeda-beda dalam satu kalimat atau satu babnya. Kadang menggunakan kata “aku”, “nya”, “saya”, atau “dia” sehingga menjadikannya kurang konsisten.
            Selain itu, dalam novel ini juga menggunakan banyak bahasa daerah dan istilah asing sehingga beberapa kali saya mesti membolak-balik halaman akhir untuk melihat arti dari kata atau istilah tersebut. Akan tetapi, hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah karena justru penggunaan dialog dengan kata-kata dan istilah bahasa daerah itu menunjukkan penyatuan dengan latar daerah yang menjadi setting dalam cerita. Menjadi klop.
            Namun, satu poin terasa mengganggu saya. Dari buku De Winst, De Liefde, hingga Da Conspiracao ini selalu mengetengahkan kisah pertemuan yang menerbitkan kekaguman dan perasaan cinta sang tokoh utama, Rangga Puruhita, dengan para tokoh perempuan yang mengelilinginya. Terkesan sang tokoh kurang bisa setia kepada satu hati ya (^_^). Penggambaran watak sang tokoh perempuan pun terkadang sangat menonjolkan diri dengan pengakuan dari sang tokoh sendiri sebagai orang yang cerdas, cantik, keras kepala, dan pemberani. Pada novel ini juga, saya menilai bahwa tokoh Rangga seperti pelengkap karena peran penting justru terasa dimainkan oleh Tan Sun Nio. Dari bab awal hingga akhir pun terasa bahwa kisah dan kepribadian Tan Sun Nio lebih mendominasi.
            Dalam novel ini, dari bab ke bab terasa konflik semakin memanas. Kejutan demi kejutan fakta diungkap satu per satu, mengejutkan dan tidak disangka-sangka sebelumnya, membuat saya terkadang berhenti sejenak dari membaca untuk mencerna kembali rangkaian ceritanya. Menghadapi konflik yang terus menanjak, saya berharap di bab-bab terakhir menjadi bab yang memberi efek “menenangkan”, tapi ternyata sampai akhir cerita tetap dibiarkan dalam konflik yang tak berkesudahan. Membuncahkan rasa penasaran akan kelanjutan kisah dalam buku ini dan buku sebelumnya. Mungkin nanti pada seri terakhirnya akan benar-benar menjadi buku pamungkas dari konflik-konflik di seri sebelumnya. Kita tunggu saja.
            Membaca novel ini dan dua seri sebelumnya mengingatkan saya pada novel sebelumnya karya mbak Afifah Afra, trilogi Bulan Mati di Javasche Orange. Setting dan kisah awalnya menurut saya kurang lebih mirip dengan seri novel ini. Namun novel kali ini benar-benar lebih padat konflik dan fakta, lebih menyejarah dan benar-benar menggambarkan situasi dan kondisi masa itu.
Akhirnya, tiada saran lain dari saya kepada teman-teman pecinta novel yang tak hanya “sekadar” fiksi, selain menyarankan untuk membaca novel ini. Novel yang menggugah bibit-bibit nasionalisme sekaligus menghibur dan sarat informasi masa lalu. Semoga resensi ini bermanfaat bagi semua. Selamat membaca ^_^
           
           




0 komentar:

Posting Komentar