Selasa, 23 September 2014

Resensi Bulan Mati di Javasche Orange


Judul Buku      : Bulan Mati di Javasche Oranje
Penulis             : Afifah Afra Amatullah
Penerbit           : Era Intermedia
Tahun Terbit    : September 2001
Tebal Buku      : 214 halaman
Ukuran Buku  : 19 cm
ISBN               : 979-9183-67-7
Harga              : Rp28.500,-

Terbitnya Cahaya di Ufuk Jihad
            Mahmud Ali Syah, seorang pemuda muslim terpelajar keturunan bangsawan Turki-Inggris, serta lulusan terbaik dari Oxford University, sampai di Indonesia dalam sebuah upaya pelarian diri setelah terlibat dalam penentangan kekuasaan Musthafa Kemal Pasya di negerinya. Keadaaan Indonesia yang dianggap sebagai negara terbelakang pun sebenarnya tidak lebih baik di bawah penjajahan kolonial Belanda yang sewenang-wenang. Namun, justru di negeri inilah Mahmud bertemu dan menikah dengan salah seorang perempuan keturunan Belanda yang cerdas dan cantik jelita, Johana Alexandra Rijkaard yang merupakan penganut taat ajaran Kristen. Di tanah ini pula Mahmud menemukan kembali ideologinya setelah pertemuannya dengan seorang pemuda bernama Hamzah.

            Perkenalan Mahmud dengan Hamzah Ikhwani, seorang santri yang bekerja di pabrik Javasche Orange menarik kembali jiwa Mahmud yang rindu pada gelora Islam di dadanya. Hamzah, pemuda yang ternyata memiliki pertalian darah dengan Johana memang bukan pemuda biasa. Rangkaian demi rangkain peristiwa yang akhirnya menyatukan visi dan misi Mahmud dan Hamzah dalam perjuangan kemerdekaan yang dilatari persaudaraan karena iman pun bergulir bersama tragedi yang kian memanas namun menggelorakan kesyahidan. Lalu bagaimana dengan Johana, sang istri yang berbeda keyakinan yang sedang mengandung buah cinta mereka? Bagaimana pula puncak dari tragedi yang ternyata melibatkan orang-orang terdekat mereka?
******
            Novel yang begitu menggugah, menggelorakan ideologi kemerdekaan dengan semangat perjuangan yang luar biasa serta begitu kental nilai keislamannya. Berlatarbelakang pemberontakan PKI di Indonesia, runtuhnya kekhalifahan Turki, munculnya berbagai pergerakan di Indonesia serta semangat gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir menjadi setting yang lengkap dan menjadikan novel ini bukan sekedar novel biasa. Hatta dikhatamkan berkali-kali pun, kisahnya selalu dapat membangkitkan rasa nasionalisme dan juga seludang haru akan perjuangan para tokoh-tokoh di dalamnya.
            Novel Bulan Mati di Javasche Orange (BmdJO) ini merupakan novel perdana dari penulisnya yang kini lebih dikenal dengan nama Afifah Afra dengan sederet karya novel besutannya dan juga beberapa karya nonfiksi yang hampir selalu menjadi best seller di kalangan pembaca. Novel ini merupakan buku pertama dari trilogi BMdJO. Terbayang beratnya menyusun novel ini yang begitu kental setting sejarah dan nilai lokalnya, terlebih karena ini adalah novel perdana dan penulisnya bukanlah berasal dari jurusan sastra melainkan jurusan MIPA Biologi yang sehari-harinya berkutat dengan  berbagai teori yang berbeda. Akan tetapi, lahirnya novel ini menunjukkan bahwa siapapun bisa menjadi penulis asalkan memiliki hasrat dan keinginan yang kuat untuk tetap menulis. Tentu hal ini menjadi motivasi khusus bagi pembaca.
            Nilai-nilai positif yang dihadirkan dalam novel ini menjadi poin plus atau kelebihan tersendiri. Seperti ulasan di atas, kisah yang dihadirkan penulis mampu menyentuh dan membangkitkan gelora nasionalisme dalam diri pembaca. Tidak hanya itu, pencerahan yang didapatkan tokoh Mahmud untuk kembali pada cahaya Islam juga menjadi pencerahan bagi pembaca bahwa harta, tahta, dan wanita tak boleh melenakan kita dari kebenaran cahaya Islam yang hakiki. Pun tak ketinggalan pesan dan hikmah bahwa keislaman dan keimanan seseorang akan selalu diuji dengan ujian dan pengorbanan yang tidak ringan sampai pada pembuktian akankah ia lebih mencintai dunia ataukah berjuang hingga syahid di jalan Allah. Meskipun novel ini tampil dengan nilai-nilai heroiknya, tak ketinggalan selalu ada kisah cinta yang mengharukan dan sanggup melelehkan air mata pembaca sehingga kisahnya menjadi begitu komplit meracik konflik yang membelit batin para tokohnya.
            Adapun tokoh Mahmud dalam novel ini menurut saya masih memiliki beberapa kesamaan dengan tokoh Rangga Puruhita dalam seri novel De Winst (atau Rangga yang memiliki kemiripan sifat dengan tokoh Mahmud mengingat novel BMdJO merupakan karya terdahulu penulisnya). Setting yang dihadirkan pun sama-sama bernuansa sejarah.
            Novel BmdJO ini memang dianggap masih memiliki beberapa kekurangan, salah satunya kekauratan data yang dianggap masih kurang. Namun, terlepas dari segala kekurangannya, novel ini pernah menjadi runner-up kategori  Novel Terpuji FLP Award 2002 dan saya sebagai pembaca amat mengapresiasi novel ini.
            Oleh karena itu, menurut saya novel ini sangat layak dibaca oleh siapapun meski pertama kali diterbitkan tiga belas tahun yang lalu karena buku yang baik, nilai-nilainya tidak akan pudar dibabat usia melainkan nilai-nilainya harus tetap ditebarkan agar menjadi sumber hikmah bagi lebih banyak pembaca.
Happy reading dan jangan lupa baca juga seri kedua dan ketiganya ya (Syahid Samurai dan Peluru di Matamu)  ^_^
           



2 komentar:

Nurul Qomariah Asih mengatakan...

assalamualaikum..
mau beli novelnya, bisa bantu?
mgkn ada rekomen dimana, krna udh keliling2 book store di sini ga ada :(

Unknown mengatakan...

Maaf baru balas karena baru online stlah melahirkan. Dulu saya dapat novelnya sbg hadih kuiz dr Penerbit Indiva Mbak. Coba hubungi Penerbit Indiva Full di fb / twitter atau Indiva Media Kreasi, barangkali stoknya masih ada :-)

Posting Komentar