Judul
Buku : Meski Cinta Saja Tak Pernah
Cukup
Penulis : Deasylawati P.
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Tahun
Terbit : Maret 2014
Tebal
Buku : 368 hlm
Ukuran
Buku : 20cm
ISBN : 978-602-1614-07-05
Harga : Rp60.000,-
Kategori : Fiksi dewasa (pernikahan)
Melengkapi Cinta Agar Berkah dan
Bahagia
Silmi dan Yunan, dua rekan kerja biasa
saja. Siapa sangka, kisah mereka bermula sebakda akad yang menjadikan keduanya
pasangan suami istri dalam sebuah pernikahan kilat. Daniar, lelaki yang
seharusnya menjadi mempelai laki-laki tiba-tiba mengundurkan diri. Yunan yang
awalnya datang mendampingi, rela menjadi pengantin pengganti. Dua insan dengan
kepribadian 180 derajat berbeda itu resmi menjadi pasutri.
Awalnya. Yunan dan Silmi mengira
semuanya akan mudah. Nyatanya, pernikahan mereka begitu sulit. Yunan, sang
lelaki dengan mata taman bunga itu berubah menjadi dingin dan beku. Silmi pun
bertahan dengan sikap keras kepalanya. Yunan menyadari hati istrinya telah
terlanjur tertambat pada lelaki dengan senyum surya yang hampir menjadi
suaminya itu. Namun, hati Silmi pun mulai terusik tatkala seorang gadis yang
telah lama menyimpan perasaan untuk suaminya, terang-terangan meminta menjadi
yang kedua.
Akankah keduanya mampu
mempertahankan bahtera rumah tangga mereka? Atau justru harus berakhir bahkan
sebelum mereka memutuskan untuk memulai? Siapakah sebenarnya lelaki dengan
senyum surya itu dan apa hubungannya dengan masa lalu Silmi? Apa benar, cinta
saja tak pernah cukup untuk membangun sebuah rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, warahmah seperti yang semua orang inginkan? Lalu, jika cinta saja
tidaklah cukup, apalagi yang dibutuhkan?
*****
Sakinah, mawaddah, wa rahmah adalah
tiga hal yang didambakan setiap pasangan pengantin. Pun bagi mereka yang
mendoakan, ketisga hal ini adalah seuntai doa yang senantiasa terucap tatkala
mendoakan atau bertemu dengan pasangan pengantin. Sayangnya, tidak setiap
pasangan mendapatkannya dalam rumah tangga sehingga rumah tangga menjadi kering
kerontang, hampa dan tidak bahagia. Mungkin saja dari luar kelihatannya adem
ayem dan bahagia, namun jauh di dalam diri, pernikahan tanpa ketiga hal tersebut
tentu akan melahirkan kesepian dan gejolak batin tersendiri. Bahkan mereka yang
dulunya menikah atas nama cinta, atau sekarang sesungguhnya masih saling
mencinta, tak urung merasakan kehampaan tersebut. Lalu, jika cinta_yang konon
katanya adalah hal paling pokok dan paling penting untuk tetap bersama_itu tak
juga mencukupi kebutuhan akan rumah tangga yang menentramkan, ada hal lain yang
dibutuhkan? Jawabannya sangat ada! Itulah yang saya temukan dalam novel ini. Jawaban
yang tersaji dengan indah dan menyentuh.
Novel ini merupakan buah karya dari
Deasilawaty P., salah satu penulis yang sudah meraih berbagai penghargaan di
dunia tulis menulis. Salah satu yang menjadi alasan mengapa saya senang membaca
karya-karyanya, baik fiksi maupun nonfiksi, yaitu pesan dan nilai-nilai Islami
yang selalu ada di dalamnya. Jadi, menulis sembari berdakwah, barangkali ini
yang menjadi salah satu tujuan beliau menulis. Hehehe, sok tau nih saya ^_^
Meski Cinta Saja Tak Pernah Cukup
ini bahasan utamanya mengetengahkan persoalan yang sering dialami pasangan
suami istri dalam rumah tangga, baik bagi mereka pengantin baru maupun yang
sudah lama menikah, yaitu tak adanya ketenteraman dalam rumah tangga atau tiadanya
rasa sakinah. Terbit tahun 2014 silam melalui Penerbit Indiva (Indiva media
Kreasi) yang selalu melahirkan buku-buku berkualias dan sarat nilai-nilai
Islami.
Ketika pertama kali membaca judul
dan kemudian mengintip sinopsisnya, Meski
Cinta Saja Tak Pernah Cukup, saya langsung berpikir apakah lagi yang
dibutuhkan selain cinta dalam sebuah rumah tangga. Ehm, Sahabat juga penasaran?
Yaaa baiklah saya bocorkan beberapa hal tersebut.
Pertama, niat. Sedemikian pentingnya
esensi sebuah niat sehingga hadits Rasulullah tentang niat menempati urutan
pertama dalam kumpulan hadits arba’in yang sering kita baca. Mengapa? Karena niat adalah pondasi dari semua amalan.
Setiap usaha manusia akan dikembalikan kepada niatnya (hal.232). Jadi, jika
niat awal menikah adalah untuk beribadah, Allah menjanjikan bahwa pernikahan
yang berkah akan mendapatkan sakinah, ketenangan batin, mawaddah, kecintaan di
antara pasangan, dan rahmat atau kasih sayang. Pernikahan yang hanya
dilaksanakan atas nama cinta tanpa diniatkan untuk beribadah kepada Allah, maka
seiring waktu akan kehilangan kehangatannya seiring cinta yang kian memudar.
Kedua, mencintai adalah sebuah
pilihan. Ijinkan saya mengutip uraian Aida kepada Silmi yang menurut saya amat
penting, “Silmi, ketika kita bertemu dengan orang yang membuat kita tertarik,
itu bukan pilihan, itu kesempatan. Ketika kita bertemu dengannya dalam suatu
peristiwa, itu juga bukanlah pilihan, itu adalah kesempatan. Dan ketika kita
bertemu orang yang tepat untuk dicintai, itupun, sekali lagi, Silmi, bukanlah
pilihan, itu adalah kesempatan. Akan tetapi, Silmi sayang, bila kita memutuskan
untuk mencintai orang tersebut, bahkan dengan segala kekurangannya, itu bukan
lagi kesempatan, itu adalah pilihan. Ketika kita memilih bersama dengan
seseorang walau apa pun yang terjadi, itupun adalah pilihan. Bahkan ketika kita
menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih menarik, lebih pandai, lebih
kaya daripada pasangan kita, dan kita tetap memilih untuk bersamanya, dan tetap
mencintainya, itulah pilihan.” Jadi, cintailah pasangan Anda yang telah Allah
berikan, bukan seseorang di luar sana yang pernah Anda inginkan.
Ketiga, cinta itu harus diupayakan. Apabila
niat menikah adalah untuk beribadah kepada Allah, maka hal ini tidak akan
terasa sulit karena segala bentuk usaha untuk menyenangkan pasangan bertujuan
untuk meraih ridho Allah semata. Salah satu bentuk cara mengupayakan cinta ini
adalah belajar memahami pasangan dengan segala sifat dan kekurangannya yang
mana hal ini merupakan kegiatan belajar seumur hidup.
Keempat, komunikasi. Banyak pasangan
suami istri sering melupakan bahwa komunikasi merupakan salah satu hal penting
yang menjadi pondasi berdiri dan kokohnya sebuah rumah tangga. Terkadang, kita
berharap dan menuntut pasangan kita mengerti apa yang kita mau tanpa kita harus
mengatakannya. Kita lupa bahwa pola komunikasi pada laki-laki dan perempuan itu
berbeda. Perempuan, selalu ingin dimengerti melalui bahasa tubuh tanpa merasa
perlu mengucapkan kata-kata. Sedangkan laki-laki, jarang bisa menangkap hal
ini. Mereka, kaum Adam lebih suka menggunakan kata-kata yang jelas sehingga tau
apa yang diinginkan pasangan. Nah, disinilah manfaat komunikasi dua arah harus
dilakukan antara suami istri sehingga apa yang menjadi keinginan masing-masing
dapat dimengerti oleh pasangan.
Kelima, saling memahami, tak sekedar
saling mencintai. Karena perbedaan akan selalu ada, tiada habisnya. Maka dalam
hal ini suami istri harus saling memahami, menepis ego masing-masing.
Keenam, baik suami maupun istri,
harus mengetahui dan memaknai fungsi masing-masing dalam rumah tangga. Suami
sebagai qowwam yang memiliki hak untuk dihormati dan diperlakukan layaknya
pemimpin, pun juga harus bisa menempatkan diri sebagai sang qowwam itu sendiri.
Begitu pun dengan sang istri, harus menyadari hak dan tanggungjawab sebagai
istri dan senantiasa memuliakan suami.
Nah, itu dia beberapa hal pokok yang
harus terpenuhi dalam rumah tangga untuk melengkapi cinta agar rumah tangga
senantiasa nyaman dan menenteramkan hati. Pelajaran yang amat berharga, kan?
Itulah yang menjadi kelebihan dari novel ini. Selain hal-hal tersebut, ada juga
hal-hal lain yang menjadi kelebihan dari novel ini. Mau tau? Yuk simak...
-
Bahasa
yang digunakan sederhana namun sarat makna. Tak ada kata-kata yang sia-sia.
Indah dan mengalir lincah. Gampang dicerna sekaligus menyentuh, mengharu biru,
sekaligus juga ringan.
-
Masing-masing
tokoh memiliki kekuatan karakter masing-masing sehingga saya bisa “mengindra”
rupa para tokoh dengan sifat dan wataknya. Jadi, sembari membaca seakan-akan
para tokoh dengan rangkai kejadian tervisualisasi dengan baik dalam pikiran
saya.
-
Menggunakan
sudut pandang yang berganti-ganti sehingga pembaca diajak menatap jalan cerita
dari dua sisi. Pertama, menggunakan sudut pandang orang pertama yaitu “aku”
ketika penulis bercerita sebagai Silmi. Kedua, sudut pandang orang ketiga / ia
dimana penulis memosisikan diri sebagai pengamat atau pencerita dari apa yang
dipikirkan atau dilakukan tokoh-tokoh lainnya. Jadi, terasa unik dan sama
sekali tidak membosankan pembacanya karena pembaca pun diajak terlibat sebagai
tokoh aku sekaligus juga pengamat.
-
Selain
pesan penting untuk suami istri seperti yang sudah saya uraikan di atas,
penulis juga memiliki pesan lain yang tak kalah berharganya untuk para muslimah
yang masih sendiri alias jomblo. Pesan ini diwakilkan oleh tokoh Dellia. Yang
saya maksud pesan penting disini yaitu bahwa banyak orang, khusunya perempuan
yang memang mudah tersentuh virus merah jambu (termasuk para aktivis atau
jilbaber juga para ikhwan yang jelas-jelas mengetahui hal ini berbahaya bagi
hati), sering keliru mengartikan cinta atau awalnya mungkin rasa itu memang
cinta tapi ketika cinta dialamatkan kepada orang yang salah di waktu yang salah,
kemudian perasaan itu terus dipelihara sehingga ia berubah menjadi nafsu yang
mengharuskan seseorang itu untuk memiliki atau dimiliki. Hari-hari pun tak tenang
hatta sang dambaan telah bersanding dengan orang lain. Hati terus mencari celah
untuk membenarkan perasaan diri, bahkan rela menyakiti orang lain demi perasaan
itu. Maka, bagi siapapun yang jatuh hati pada orang yang jelas-jelas belum
dihalalkan untuknya, janganlah terus memelihara perasaan itu demi kebaikan diri
dan orang lain. Biarkan ia indah pada waktunya bersama ia yang dihalalkan
Allah.
-
Wanita
dibolehkan untuk “mengajukan” diri dengan cara-cara yang makruf. Sebagaimana
kita ketahui, Bunda Siti Khadijah pun melakukan hal demikian kepada Rasulullah
SAW. Hal ini tidaklah mengurangi kehormatan seorang wanita sedikitpun, asalkan
niatnya memang untuk mencari ridho Allah dan menjaga kesucian diri. Namun,
apabila hal ini dilakukan karena suatu niat tertentu, misalnya hanya untuk
memiliki orang yang dicintai, juga menyakiti hati dan perasaan sesama wanita,
seperti yang diperankan oleh tokoh Fira dan Dellia, maka tindakan mengajukan
diri yang seperti ini malah menghilangkan harga diri dan merusah ukhuwah / hubungan
dengan orang lain.
-
Cara
penulis mengemas nilai-nilai dan pesan Islami dalam novel ini begitu apik, yang
disampaikan melalui rangkaian peristiwa yang dialami para tokohnya. Meski tak
dinyatakan segamblang mungkin, tapi dari karakter dan cara bersikap para tokoh,
seperti Silmi, Daniar, Dellia, Rifki, sangat jelas mereka adalah orang-orang
“tarbiyah.” Nah, justru disinilah letak pesan tersebut. Disampaikan dengan
indah oleh penulis melalui kekurangan dan karakter masisng-masing tokoh beserta
dilema dan persoalan yang mereka hadapi. Kita diingatkan untuk senantiasa
waspada akan jerat-jerat iblis yang bisa mengeruhkan hati dan pikiran.
Nah,
itu tadi ulasan saya mengenai berbagai kelebihan dari novel ini. Adapun tentang
kekurangan, saya tak menemukan dan tak berniat mencarinya. Saya terlanjur suka
dengan novel ini J
Meski
Cinta Saja Tak Pernah Cukup ini merupakan buku kesekian karya Deasylawati P.
yang saya baca. Selain novel ini, karya beliau yang sangat saya sukai yaitu
buku nonfiksi P3K yang juga terbitan Indiva. Bahasanya sangat renyah dan
inspiratif.
Nah,
itu tadi ulasan saya mengenai novel ini. Kesimpulan saya, novel ini sangat
layak dibaca oleh siapapun, baik mereka yang sudah menikah maupun yang masih
menjomblo. Menghibur, mengedukasi tanpa menggurui, mengharu biru. Anda bisa
dapat ilmu seputar pernikahan seperti yang bisa didapatkan pada seminar-seminar
pernikahan. Nah, asik kan?
Yuk baca bukunya. Selamat bertamasya di kebun
kata yaa,,, jangan lupa memetik buah hikmahnya dan aplikasikan dalam kehidupan
ya biar tambah bermanfaat ^_^
0 komentar:
Posting Komentar