Sabtu, 08 Februari 2014

SURAT CINTA UNTUK SUAMIKU



Ahad, 09 Rabi’ul Awal 1435 H

Bismillahirramanirrahim...
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
            Teriring tasbih, tahmid, serta takbir kepada Allah SWT, Rabb Semesta Alam. Dia-lah satu-satunya Sang Maha Perkasa, Maha Pemurah, yang hingga detik ini masih memberikan udara yang dapat kita hirup sebebas-bebasnya. Hanya Dia yang Maha Pengasih, yang mempertautkan hati hamba-hamba-Nya dalam cinta dan kasih sayang. Hanya Allah jua yang mempertautkan hatimu dan hatiku...

            Shalawat dan salam kita curahkan kepada  Baginda Rasulullah SAW, Murobbi pertama umat manusia, insan paling tangguh dan paling teguh pengabdiannya kepada Allah. Insan terbaik sepanjang masa yang patut kita jadikan teladan dalam berlaku juga bertutur, juga dalam urusan dakwah dan rumah tangga. Shalawat pula kita lafaskan untuk Ummahatul Muslimin, wanita-wanita terbaik sepanjang zaman, wanita-wanita terhebat yang menyokong terwujudnya dakwah dan peradaban Islam. Juga shalawat dan doa kepada para Sahabat dan Sahabiyah, para imam dan ulama terdahulu, dan orang-orang yang senantiasa berjuang menegakkan dakwah di tengah gempuran fitnah dan kedzhaliman.
            Suamiku sayang, Suamiku tercinta...
            Kutuliskan surat cinta ini di sepertiga malam yang diwarnai hujan dan sesekali diselingi gelegar petir, dalam gulitanya ruang peraduan tanpa lilin karena tiba-tiba listrik padam begitu egois, bersama rinduku yang bergetar begitu hebatnya kepadamu. Rindu yang selalu menemukan muaranya kala engkau pulang, dan selalu bergetar begitu dahsyat kala tak kudapati engkau di sisiku di hampir tiap malam-malam terakhirku, juga malam ini. Malam ini, rindu itu begitu menyayat gaungnya, menggema di lembah hati yang kehilangan separuh isinya.
            Suamiku, qowwamku yang kucintai....
            Ingatkah engkau pada hari dimana perasaan haru berbaur dengan bahagia yang meletup-letup di hati kita? Hari dimana kulihat air mata haru menitik di mata tua ibuku, dan suara bergetar bapak yang terlalu pelan hingga engkau mesti mengulangi akad sampai ketiga kalinya. Hari yang indah, dimana engkau dan aku mulai merenda mimpi dan harapan-harapan kita. Maka sejak saat itu, kau lah orang pertama dan terakhir yang kulihat saat aku membuka dan menutup mata pagi dan petang. Engkaulah lelakiku, kini dan nanti hingga detak terakhir dari jantungku, Insya Allah.
            Suamiku, alangkah bahagianya aku memilikimu di sisiku. Semangat juangmu begitu tinggi dan kulihat engkau begitu bahagia dengannya. Aku tau, di luar sana engkau tengah berjuang. Ingatkah kau, hari itu aku bercerita aku mewakafkanmu kepada Allah dan ternyata kau pun pulang dengan semangat empat lima sambil bercerita bahwa engkau mewakafkan dirimu kepa-Nya. Keterkaitan batin yang indah ya? Maka sejak hari itu, kutau kau pun tak lagi menjadi milikku, tapi milik dakwah, selalu. Kau menjadi milik tim pemenangan, berjuang sejak pagi hingga larut bahkan terlebih sering tak pulang hingga esoknya lagi. Selalu ada bahagia membuncah kala satu jam saja aku bisa menatap wajah lelah namun sarat bekas perjuanganmu. Kadang aku begitu sok romantis mengirimkanmu berpuluh-puluh sms rindu kala kau di luar meki kau tak membalas, juga mengirimkan pesan di facebook-mu kala kulihat tanda hijau di layar percakapan. Aku hidup dalam dunia rindu yang mengharu biru, dalam duniaku yang sederhana bersama buku-buku yang senantiasa membuatku terjaga dalam pelarian sepi yang menggigit jiwa. Satu yang kutau, aku selalu menantimu pulang ke petak serba guna milik kita.
            Suamiku sayang, oh alangkah kagetnya aku karena gelegar petir barusan. Kau tau, aku selalu ciut mendengar petir. Aku tak berani memejamkan mata, haha, layaknya anak kecil saja. Maka saat ini kuketikkan kata-kata ini disertai gigil tubuh dan pandang yang mengabur. Oh, mengapa mendadak aku merindukan rumah ya? Aku merindukan saat-saat hujan, air menetes dari celah-celah genteng rumah kami yang bocor, bapak akan memanjat ke atap dan memperbaiki letak genteng, lalu ibu menggorengkan sisa nasi yang telah kami keringkan. Maka aku bersama adik-adik dan ponakan akan segera menanti menyantapnya. Kadang mereka memintaku mendongeng, ah aku hampir selalu menceritakan dongeng yang sama sambil tertawa-tawa. Hangat dan indah. Mengapa ya aku begitu merindukan mereka?
            Suamiku sayang, bagaiman hasil silaturahim timmu malam ini dengan para tokoh? Pesta demokrasi tinggal dua bulan lagi ya. Tentunya kau mesti bekerja keras. SEMANGAT !!! Maafkan aku yang tak cukup menyediakan nutrisi bagimu. Kadang aku pun memasak masakan kesukaanmu dengan semangat menyala-nyala, namun kita hampir tak lagi punya waktu mmenyantapnya bersama-sama ya? Kadang aku meronta dalam hampa, namun terakhir aku menjelma menjadi sastrawan gadungan yang berakrab ria dengan kata-kata cinta.
            Oh ya, kemarin aku membaca sebuah novel, kisahnya sarat hikmah. Tentang perjuangan seorang istri yang tengah hamil tua, mesti mengikuti sang suami yang seorang dokter ke pedalaman Papua. Ia mengikuti suaminya dengan rasa kesal dan setengah hati, terlebih sang suami hampir tak punya waktu untuk membersamainya di rumah papan mereka. Sang suami mesti berkeliling mengobati masyarakat yang sakit ke kampung-kampung yang jauh, berjalan pagi dan petang.. Berhari-hari, hingga di malam yang basah oleh hujan ia merasakan getar hebat di perutnya. Ia melahirkan, hanya ditolong bidan dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena pendarahan. Malam itu juga, ia dikabari bahwa suaminya diculik kelompok pergerakan kemerdekaan. Hingga sebulan kemudian sang suami dikabarkan tewas. Oh, alangkah beratnya. Dari kisah itu aku belajar, apa yang kualami sekarang tak ada apa-apanya dibandingkan tokoh istri dalam kisah itu. Kau dan aku masih di kota yang sama bukan? Aku mencoba belajar dari kesabarannya, dari ketegarannya. Pun sms dan telepon tak bisa menyambung, selalu ada bayu tempatku menitip rindu. Ingatkan aku kala aku mulai memprotesmu melebihi yang sepatutnya ya....
            Suamiku sayang, laksanakanlah apa yang menjadi tugasmu disana. Jangan khawatir, Allah selalu menjagaku. Kutitipkan engkau pula dalam penjagaan-Nya. Kau, aku, kita akan bersua lagi. Karena aku selalu menantimu pulang...

With love,

Zaujahmu di rumah cinta.

0 komentar:

Posting Komentar