Rabu, 05 Februari 2014

Resensi Novel Takbir Rindu di Istanbul




Judul Buku      : Takbir Rindu di Istanbul
Penulis             : Pujia Achmad
Penerbit           : Puspa Populer, Grup Puspa Swara
Tahun Terbit    : Cet. I, Nopember 2013
ISBN               : 978-602-8290-93-7
Cover              : Soft Cover
Tebal Buku      : 324 hlm
Ukuran Buku  : 19 cm
Harga              : Rp55.000,-
Genre              : Fiksi Islami

Lika-Liku Cinta Zaida
          Sudah jatuh tertimpa tangga. Sekiranya itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan keadaan Zaida kala itu. Setelah batal menerima pinangan Ilham, seorang ikhwan sholeh karena sang ikhwan ternyata dijodohkan orang tuanya dengan seorang hafizah, Zaida dikeluarkan pula dari sekolah penghafal Al-Quran. Duka mendalam membuatnya memilih menerima beasiswa S2 ke Belanda sebagai pelarian lukanya.
          Lembaran jodoh memang mutlak misteri dari Sang Maha Pencipta. Siapa sangka, Zaida malah menemukan jodoh yang menjadi belahan jiwanya di Belanda. Namun, kebahagiaan dan kesabaran Zaida kembali diuji dengan kehadiran perempuan bule cantik dan menawan yang jatuh hati kepada Salman, suami Zaida. Perempuan yang menjadi bos Salman itu bahkan menyebabkan Salman menghilang tanpa kabar berita. Zaida khawatir dan menyusul suaminya ke Istanbul, Turki. Namun, Salman tak juga ditemukan dan takdir malah mempertemukannya kembali dengan Ilham dan istrinya, Hamidah. Ilham yang masih merasakan getar hati kepada Zaida di tengah kegundahannya karena ia dan istrinya belum juga dikaruniai keturunan.
          Akankah Ilham kembali mengikatkan pita janji yang dilepaskannya dahulu kepada Zaida, seperti Whooly yang melepaskan pita yang telah diikatkannya pada melati untuk diberikan kepada mawar? Akankah kerinduan Zaida kepada sang suami menggemakan takbirnya di bumi Istanbul? Bagaimana perjalanan kehidupan mereka tatkala prahara cinta datang menerjang? Temukan jawabannya dalam novel menawan ini.
*****
          Novel ini begitu menggugah jiwa dan sarat akan pesan moral nan Islami yang penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pun begitu, novel ini sama sekali bukan novel yang kaku, sebaliknya, kisah cintanya begitu romantis dan menyentuh. Banyak hikmah yang bisa pembaca dapatkan dari novel yang bersetting di Indonesia, Belanda, dan Istanbul ini. Tema yang disuguhkan begitu nyata. Tentang jodoh, apabila Allah tak berkehendak maka tak ada yang bisa memaksakan. Namun bila Allah berkehendak, meski dua insan itu berada di tempat yang jauh sekalipun, keduanya pasti dipertemukan dengan kuasa-Nya dengan cara yang indah dan tidak disangka-sangka. Cinta yang berlandaskan karena keimanan kepada Allah pasti akan mendapat balasan yang manis. Subhanallah, begitu indah perjalanan jodoh meski aral dan hambatan tak luput di jalannya, asalkan manusia bersabar dan tak berputus asa dengan takdir-Nya.
          Penuturan yang lancar, bahasa yang indah dan bersemangat menjadi kelebihan novel ini selain tema yang begitu menyentuh. Selain itu, kisah yang disajikan begitu hidup dibalut dengan konflik yang terasa nyata sehingga pembaca dapat mempelajari dan memetik langsung hikmah dari cerita ini. Hal ini memperjelas bahwa sastra dan fiksi tidak hanya sekedar menjadi bahan bacaan dan hiburan sesaat, melainkan dapat menjadi “sahabat” pembaca dan masyarakat. Sastra dan fiksi sering mengambil tema dari kehidupan nyata, diolah dengan sastra, dikemas dengan fiksi dan disajikan dengan indah dalam balutan kisah yang menyentuh. Dari kisah inilah pembaca dan masyarakat dapat mengambil pelajaram, hikmah, dan solusi yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Tentu pembaca juga dituntut untuk membaca dengan baik sehingga apa yang dibaca tak menjadi angin lalu.
          Gambaran negeri Belanda dan Istanbul yang ditampilkan dalam penuturan kisahnya juga turut membawa pembaca “mengembara” dan seolah-olah berada di negeri tersebut. Bayangan berada di Rotterrdam, berjalan-jalan di Keukenhouf menyaksikan hamparan bunga tulip yang beraneka warna, naik turun eskalator yang curam di terowongan Euromast, berada di Drielandenpunt (titik tiga negara), juga berada di Blue Mosque di Istanbul dan menyaksikan pemandangan kota yang begitu menakjubkan menari-nari di pelupuk mata. Hal ini tak lepas karena bahasa dan deskripsi dari penulis begitu nyata dan menyentuh.
          Namun, ada beberapa hal yang menjadi minus dalam novel ini.
-                 Pada bagian satu di halaman-halaman awal bab pertama, Zaida memanggil ibunya dengan panggilan “Ibu.” Namun, di beberapa halaman berikutnya (mulai halaman 29), Zaida memanggil ibunya dengan sebutan “Umi.” Di bab dua dan selanjutnya, panggilan itu kembali menjadi “Ibu.”  Tentu ini hanya ketidakkonsistenan yang kecil, namun mesti tetap diperhatikan.
-                 Tokoh Zaida sering menggumam dan terkejut sendiri ketika berdialog dengan orang lain. Padahal, gumaman seperti itu bisa mengganggu jalannya dialog dan bisa didengar lawan bicara. Namun, lawan bicaranya tak terasa terganggu. Mungkin maksud penulis Zaida menggumam dalam hati.
-                 Terjadi kontradiksi antara kepribadian dan sikap pada diri tokoh-tokoh dalam novel ini. Seperti dikisahkan, sebagian tokoh dalam novel ini adalah hafiz dan hafizah. Misalnya Salman dan Hamidah. Seorang hafiz / hafizah tentu memiliki kelebihan pemahaman isi Al-Quran dan hukum agama dibandingkan orang lain. Akan tetapi, mereka begitu mudah berprasangka, juga tokoh Hamidah yang tak hanya seorang hafizah tapi juga nak seorang ustaz terkenal, mengapa begitu mudah berprasangka, berteriak-teriak dan histeris terhadap suami.
-                 Secara keseluruhan, komponen novel ini bersifat Islami. Akan tetapi, dalam kalimat maupun dialog para tokohnya hanya menggunakan kata Tuhan, tidak langsung menggunakan sebutan Allah. Hal ini terasa kurang apabila mengingat isi dan karakter para tokohnya yang jelas Islami.
          Terlepas dari kekurangannya, novel ini adalah novel yang sangat bagus dengan pesan dan pelajaran Islam yang kuat dari penulisnya. Berikut pesan dan pelajaran yang dapat saya tangkap dari novel ini :
-                 Jodoh adalah rahasia Allah. Siapa saja yang mengharapkan jodoh yang baik dan mengusahakan dengan jalan yang baik yaitu dengan ketaatan kepada Allah, maka ia akan mendapat jodoh dan balasan yang baik pula. Jangan berputus asa apabila keinginan belum sesuai dengan harapan. Semua indah pada waktunya.
-                 Adab pergaulan laki-laki dan perempuan (muslim dan muslimah). Sangat jelas disini dengan gambaran sikap para tokohnya yang membatasi sikap terhadap lawan jenis, termasuk tentang bagaimana mengelola perasaan kepada lawan jenis yang belum halal. Gambaran ini bisa menjadi syiar mengingat pergaulan para remaja dan dewasa yang saat ini sudah melampaui adab dan batas pergaulan. Termasuk pesan apabila seorang laki-laki melihat wanita cantik yang dapat memancing syahwatnya, maka bersegeralah pulang dan menemui istri agar tidak terjerumus kepada perbuatan zina.
-                 Pesan agar suami dan istri seharusnya selalu berprasangka baik (huznuzhon) kepada pasangan. Apabila dalam rumah tangga ada hal-hal yang dirasa mengganjal hati, sebaiknya keduanya saling terbuka agar prasangka yang buruk tidak berkembang menjadi duri yang dapat menyakiti bagi keduanya dalam rumah tangga. Inilah pentingnya komunikasi yang jujur dan mengkonfirmasi langsung terkait permasalahan itu kepada pasangan.
-                 Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, jangan pernah berhenti mengharapkan pertolongan-Nya dan jagalah harga diri sebagai muslimah. Inilah salah satu pesan dari kisah yang menimpa salah seorang teman Zaida dalam novel ini.
-                 Hidayah adalah anugerah yang diberikan Allah kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Setiap mukmin juga dianjurkan membantu orang lain dalam menemukan hidayah. Inilah yang dilakukan tokoh Zaida. Memang, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk banyak orang.
-                 Ridho Allah tergantung ridho orang tua. Pesan ini saya dapat dari kisah adik Zaida yang menikah tanpa persetujuan sang ibu. Hendaklah seorang muslimah menikahi laki-laki yang dapat membimbing kepada kebaikan, bukan sebaliknya.
          Begitu indahnya pesan yang disampaikan penulis. Oleh karena itu, saya sangat merekomendasikan buku ini kepada para pembaca yang menggemari sastra dan fiksi sebagai hiburan, terutama fiksi Islami yang sarat hikmah. Buku ini menyajikan keduanya. Pembaca akan terhibur sembari memetik hikmah dari kisah yang menggugah ini.
          Semoga resensi ini bermanfaat dan selamat membaca ^_^

0 komentar:

Posting Komentar