Judul Buku : Takbir Rindu di Istanbul
Penulis : Pujia Achmad
Penerbit : Puspa Populer, Grup Puspa Swara
Tahun Terbit : Cet. I, Nopember 2013
ISBN : 978-602-8290-93-7
Cover : Soft Cover
Tebal Buku : 324 hlm
Ukuran Buku : 19 cm
Harga : Rp55.000,-
Genre : Fiksi Islami
Lika-Liku Cinta Zaida
Sudah
jatuh tertimpa tangga. Sekiranya itulah ungkapan yang tepat untuk
menggambarkan keadaan Zaida kala itu. Setelah batal menerima pinangan Ilham,
seorang ikhwan sholeh karena sang ikhwan ternyata dijodohkan orang tuanya
dengan seorang hafizah, Zaida dikeluarkan pula dari sekolah penghafal Al-Quran.
Duka mendalam membuatnya memilih menerima beasiswa S2 ke Belanda sebagai pelarian lukanya.
Lembaran jodoh memang mutlak misteri dari Sang Maha Pencipta.
Siapa sangka, Zaida malah menemukan jodoh yang menjadi belahan jiwanya di
Belanda. Namun, kebahagiaan dan kesabaran Zaida kembali diuji dengan kehadiran
perempuan bule cantik dan menawan
yang jatuh hati kepada Salman, suami Zaida. Perempuan yang menjadi bos Salman
itu bahkan menyebabkan Salman menghilang tanpa kabar berita. Zaida khawatir dan
menyusul suaminya ke Istanbul, Turki. Namun, Salman tak juga ditemukan dan takdir
malah mempertemukannya kembali dengan Ilham dan istrinya, Hamidah. Ilham yang
masih merasakan getar hati kepada Zaida di tengah kegundahannya karena ia dan
istrinya belum juga dikaruniai keturunan.
Akankah Ilham kembali mengikatkan pita
janji yang dilepaskannya dahulu kepada Zaida, seperti Whooly yang melepaskan pita yang telah diikatkannya pada melati untuk
diberikan kepada mawar? Akankah kerinduan Zaida kepada sang suami
menggemakan takbirnya di bumi Istanbul? Bagaimana perjalanan kehidupan mereka tatkala
prahara cinta datang menerjang? Temukan jawabannya dalam novel menawan ini.
*****
Novel ini begitu menggugah jiwa dan
sarat akan pesan moral nan Islami yang penting untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Pun begitu, novel ini sama sekali bukan novel yang kaku,
sebaliknya, kisah cintanya begitu romantis dan menyentuh. Banyak hikmah yang
bisa pembaca dapatkan dari novel yang bersetting di Indonesia, Belanda, dan
Istanbul ini. Tema yang disuguhkan begitu nyata. Tentang jodoh, apabila Allah
tak berkehendak maka tak ada yang bisa memaksakan. Namun bila Allah
berkehendak, meski dua insan itu berada di tempat yang jauh sekalipun, keduanya
pasti dipertemukan dengan kuasa-Nya dengan cara yang indah dan tidak
disangka-sangka. Cinta yang berlandaskan karena keimanan kepada Allah pasti akan
mendapat balasan yang manis. Subhanallah, begitu indah perjalanan jodoh meski
aral dan hambatan tak luput di jalannya, asalkan manusia bersabar dan tak
berputus asa dengan takdir-Nya.
Penuturan yang lancar, bahasa yang indah
dan bersemangat menjadi kelebihan novel ini selain tema yang begitu menyentuh.
Selain itu, kisah yang disajikan begitu hidup dibalut dengan konflik yang
terasa nyata sehingga pembaca dapat mempelajari dan memetik langsung hikmah
dari cerita ini. Hal ini memperjelas bahwa sastra dan fiksi tidak hanya sekedar
menjadi bahan bacaan dan hiburan sesaat, melainkan dapat menjadi “sahabat”
pembaca dan masyarakat. Sastra dan fiksi sering mengambil tema dari kehidupan
nyata, diolah dengan sastra, dikemas dengan fiksi dan disajikan dengan indah
dalam balutan kisah yang menyentuh. Dari kisah inilah pembaca dan masyarakat
dapat mengambil pelajaram, hikmah, dan solusi yang dapat diterapkan dalam
kehidupan nyata. Tentu pembaca juga dituntut untuk membaca dengan baik sehingga
apa yang dibaca tak menjadi angin lalu.
Gambaran negeri Belanda dan Istanbul
yang ditampilkan dalam penuturan kisahnya juga turut membawa pembaca
“mengembara” dan seolah-olah berada di negeri tersebut. Bayangan berada di
Rotterrdam, berjalan-jalan di Keukenhouf menyaksikan hamparan bunga tulip yang
beraneka warna, naik turun eskalator yang curam di terowongan Euromast, berada
di Drielandenpunt (titik tiga negara), juga berada di Blue Mosque di Istanbul
dan menyaksikan pemandangan kota yang begitu menakjubkan menari-nari di pelupuk
mata. Hal ini tak lepas karena bahasa dan deskripsi dari penulis begitu nyata
dan menyentuh.
Namun, ada beberapa hal yang menjadi
minus dalam novel ini.
-
Pada bagian satu
di halaman-halaman awal bab pertama, Zaida memanggil ibunya dengan panggilan
“Ibu.” Namun, di beberapa halaman berikutnya (mulai halaman 29), Zaida
memanggil ibunya dengan sebutan “Umi.” Di bab dua dan selanjutnya, panggilan
itu kembali menjadi “Ibu.” Tentu ini
hanya ketidakkonsistenan yang kecil, namun mesti tetap diperhatikan.
-
Tokoh Zaida
sering menggumam dan terkejut sendiri ketika berdialog dengan orang lain.
Padahal, gumaman seperti itu bisa mengganggu jalannya dialog dan bisa didengar
lawan bicara. Namun, lawan bicaranya tak terasa terganggu. Mungkin maksud
penulis Zaida menggumam dalam hati.
-
Terjadi
kontradiksi antara kepribadian dan sikap pada diri tokoh-tokoh dalam novel ini.
Seperti dikisahkan, sebagian tokoh dalam novel ini adalah hafiz dan hafizah.
Misalnya Salman dan Hamidah. Seorang hafiz / hafizah tentu memiliki kelebihan
pemahaman isi Al-Quran dan hukum agama dibandingkan orang lain. Akan tetapi,
mereka begitu mudah berprasangka, juga tokoh Hamidah yang tak hanya seorang
hafizah tapi juga nak seorang ustaz terkenal, mengapa begitu mudah
berprasangka, berteriak-teriak dan histeris terhadap suami.
-
Secara
keseluruhan, komponen novel ini bersifat Islami. Akan tetapi, dalam kalimat
maupun dialog para tokohnya hanya menggunakan kata Tuhan, tidak langsung
menggunakan sebutan Allah. Hal ini terasa kurang apabila mengingat isi dan
karakter para tokohnya yang jelas Islami.
Terlepas
dari kekurangannya, novel ini adalah novel yang sangat bagus dengan pesan dan
pelajaran Islam yang kuat dari penulisnya. Berikut pesan dan pelajaran yang
dapat saya tangkap dari novel ini :
-
Jodoh adalah
rahasia Allah. Siapa saja yang mengharapkan jodoh yang baik dan mengusahakan
dengan jalan yang baik yaitu dengan ketaatan kepada Allah, maka ia akan
mendapat jodoh dan balasan yang baik pula. Jangan berputus asa apabila
keinginan belum sesuai dengan harapan. Semua indah pada waktunya.
-
Adab pergaulan
laki-laki dan perempuan (muslim dan muslimah). Sangat jelas disini dengan
gambaran sikap para tokohnya yang membatasi sikap terhadap lawan jenis,
termasuk tentang bagaimana mengelola perasaan kepada lawan jenis yang belum halal. Gambaran ini bisa menjadi syiar
mengingat pergaulan para remaja dan dewasa yang saat ini sudah melampaui adab
dan batas pergaulan. Termasuk pesan apabila seorang laki-laki melihat wanita
cantik yang dapat memancing syahwatnya, maka bersegeralah pulang dan menemui
istri agar tidak terjerumus kepada perbuatan zina.
-
Pesan agar suami
dan istri seharusnya selalu berprasangka baik (huznuzhon) kepada pasangan.
Apabila dalam rumah tangga ada hal-hal yang dirasa mengganjal hati, sebaiknya
keduanya saling terbuka agar prasangka yang buruk tidak berkembang menjadi duri
yang dapat menyakiti bagi keduanya dalam rumah tangga. Inilah pentingnya
komunikasi yang jujur dan mengkonfirmasi langsung terkait permasalahan itu
kepada pasangan.
-
Allah Maha
Pengampun dan Maha Penyayang, jangan pernah berhenti mengharapkan
pertolongan-Nya dan jagalah harga diri sebagai muslimah. Inilah salah satu
pesan dari kisah yang menimpa salah seorang teman Zaida dalam novel ini.
-
Hidayah adalah
anugerah yang diberikan Allah kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Setiap
mukmin juga dianjurkan membantu orang lain dalam menemukan hidayah. Inilah yang
dilakukan tokoh Zaida. Memang, sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat untuk banyak orang.
-
Ridho Allah
tergantung ridho orang tua. Pesan ini saya dapat dari kisah adik Zaida yang
menikah tanpa persetujuan sang ibu. Hendaklah seorang muslimah menikahi
laki-laki yang dapat membimbing kepada kebaikan, bukan sebaliknya.
Begitu
indahnya pesan yang disampaikan penulis. Oleh karena itu, saya sangat
merekomendasikan buku ini kepada para pembaca yang menggemari sastra dan fiksi
sebagai hiburan, terutama fiksi Islami yang sarat hikmah. Buku ini menyajikan
keduanya. Pembaca akan terhibur sembari memetik hikmah dari kisah yang
menggugah ini.
Semoga
resensi ini bermanfaat dan selamat membaca ^_^
0 komentar:
Posting Komentar