Jumat, 25 Oktober 2013

RESENSI ^_^





Judul Buku                  : Jasmine, Cinta Yang Menyembuhkan Luka
Penulis                         : Riawani Elyta
ISBN                           : 978-602-8277-91-4
Penerbit                       : INDIVA Media Kreasi
Tebal Buku                  : 320 halaman
Ukuran                                    : 13x19 cm
Harga Buku                 : Rp42.000,-

Cinta yang Menyembuhkan Luka
            “Mmm ... Bagaimana kalau ... Jasmine? Sepertinya nama itu cocok untukmu.”
            “Karena Jasmine, berarti melati. Kau punya wajah yang cantik. Jadi, kupikir, kau cocok dengan nama itu. Tapi .... “
            Jasmine, gadis cantik bermata almond, bak kuntum melati yang tak mampu menutupi harumnya di antara rerimbunan semak perdu yang mengelilinginya. Harum yang justru membawanya pada kepahitan. Terdampar pada belitan situasi yang mengharuskannya berlari dari satu pelarian ke pelarian lainnya demi secercah nafas kebebasan yang dia impikan. Dalam pekatnya nuansa keputusasaan yang mendera, nasib justru mempertemukan dirinya dengan seorang Dean Pramudya, sosok pemuda misterius yang menggawangi kegiatan “ilegal” bersama kelompok yang disebut sebagai Cream Crackers, namun sejatinya sebagai manusia yang masih memiliki secercah cahaya dalam gulita nuraninya.
            Pertemuan mereka, dalam gersang dan kerasnya kehidupan yang ironisnya sebenarnya memiliki latar sosial yang sangat kontradiktif. Dalam luka dan kepahitan yang kian mendera, rona rasa merah jambu justru tumbuh dan mengakar di sudut hati mereka yang memang merindu damai. Rasa yang mampu meng”cover” luka-luka jiwa yang kian akut. Cinta yang menuntun pada terang dan putihnya nurani untuk menunjukkan eksistensi diri sebagai manusia yang memiliki arti.
            Pelarian demi pelarian Jasmine mempertemukannya dengan beberapa orang yang memiliki kebeningan nurani yang membantunya menunjukkan cahaya dalam hidupnya. Luthfi, pemuda sopan dengan sorot mata teduh itu. Malika, wanita tabah yang mengajarkan jalan kembali pada-Nya, meski dirinya sendiri berjuang melawan penyakit yang tak seharusnya ia derita, juga ibu Rowena yang nyaris kehilangan harapan untuk menemukan putri kandungnya yang hilang. Pun meski harapan itu tak juga terpenuhi hingga akhir cerita, namun Jasmine dan dirinya berhasil saling mengisi kekosongan melalui pengorbanan yang tragis yang justru berkaitan dengan sang Prince, Dean Pramudya.
*****
            Membaca novel ini, menyegarkan kembali ingatan kita, pembaca, terhadap peristiwa yang beberapa tahun lalu menjadi trend kejahatan, berupa maraknya pembobolan akun rekening para basabah bank yang kehilangan saldo rekening secara “ajaib” dan pembengkakan nominal pada kartu kerdit yang mesti mereka lunasi. Suatu ide yang tak terekspos oleh penulis lain dalam bentuk tulisan yang indah dibaca seperti yang ditulis oleh penulis seperti pada novel ini.
Poin plus berikutnya, deskripsi yang dipaparkan dalam penceritaan jalannya cerita benar-benar jelas, seakan-akan saya sebagai pembaca dapat melihat dan membayangkan masing-masing tokoh dengan segala cirinya, bahkan setiap lekuk ruangan maupun jalan dan suasana dalam cerita, digambarkan dengan lugas melalui kalimat-kalimat penulisnya.
Selain itu, cerita dalam novel ini juga sekaliigus menguak sisi negatif dari sebuah kota di tanah air yang menjadi salah satu pusat dan lajunya arus kemajuan zaman. Human trafficking yang tentu sangat merusak generasi bangsa, terutama para gadis belia nan polos yang seharusnya tak pernah masuk dalam pusaran gelap dunia pelacuran, entah itu disengaja ataupun tidak.
Adapun mengenai kekurangan, sulit bagi saya yang bukan seorang penulis untuk menemukan poin minus tersebut pada novel ini. Namun, sempat tertangkap oleh saya hal terkecil, benar-benar kecil jika dibandingkan dengan plusnya poin yang dimiliki novel ini. Saya menemukan sedikit “ketidak konsistenan” kecil, yaitu seperti tergambar dalam deskripsi berikut.
“ ‘Assalamu’alaikum. Sudah bangun, Jasmine?’ suara itu berasal dari wanita muda yang menghuni kamar persis bersebelahan kamarnya dan sepagi ini telah melintasi koridor seraya mengapit mukena. Dia Malika, satu-satunya pengurus yayasan yang tinggal di asrama....” (hal. 79).
“ .... Dan subuh tadi, kesempatan itu terbentang luas. Di saat masing-masing penghuni asrama melanjutkan tidurnya sesudah subuh ..... “ (halaman 129 paragraf ke-2).
“ Luthfi masih berusaha nenjejeri langkah Malika yang sedikit tertatih, lalu melambaikan tangannya pada Reni dan Sari, dua orang penghuni asrama yang tengah menanti senja seraya duduk-duduk di bangku depan koridor.” (halaman 143 paragraf ke-3).
Keterangan pada kalimat yang ditebalkan pada kedua paragraf terakhir menyatakan perbedaan pada keterangan yang ditebalkan pada paragraf sebelumnya. Mungkin penulis agak lupa sehingga antara keterangan tersebut menjadi berbeda.
Selanjutnya, ketika saya membaca cerita demi cerita dalam novel ini, terasa sedikit “buram” dan kurang kuat tentang si tokoh utama, Jasmine. Tentang latar belakang masa lalunya sehingga sampai pada situasi yang membuatnya “berlari”. Ternyata, “rahasia” Jasmine akhirnya terkuak juga pada epilog di halaman-halaman terakhir cerita sehingga membuat saya baru benar-benar merasakan kekuatan tokohnya. Namun efek kejut dan letak rahasia pemungkasnya ini mungkin justru sekaligus menjadi salah satu poin plus bagi novel ini.
Sebagai perbandingan, saya mengambil salah satu novel lain karya mbak Riawani Elyta juga, A Cup of Tarapuccino. Keduanya sama-sama mengambil setting di Batam. Sama-sama menampilkan tentang dunia kejahatan atau kriminalitas menjadi salah satu latar konfliknya. Pada novel Jasmine, tindak kriminalitas yang diulas yaitu tentang aksi para crackers, sedangkan pada A Cup of Tarapuccino yaitu tentang ilegal trading. Dalam novel A Cup of Tarapuccino, belitan perasaan antara tokohnya terasa mengental meski diselingi dengan kisah dari sisi lain dari kehidupan tokoh prianya, yang menjadikan novel ini terasa menegangkan. Namun, novel Jasmine ini lebih menyedot perhatian saya karena latar ceritanya yang lebih “membumi” dan “berani” menyuguhkan fakta dan realitas tentang human trafficking yang menjadi masalah sosial dan sangat meresahkan, namun tak banyak tereskpos. Tindakan yang menyebabkan maraknya praktik prostitusi yang erat dengan penyakit mematikan, sisi lain penderita ODHA yang kadang diremehkan masyarakat dalam keseharian mereka tanpa memandang sebab mengapa mereka menyandang penyakit tersebut, sampai pada aktivitas crackers yang mendulang keuntungan dari . orang-orang yang mereka rugikan. Novel ini juga menurut saya memiliki cerita yang lebih “tuntas” meski antara Jasmine dan Dean pada akhirnya terpisah, namun lebih jelas dibandingkan ending pada novel A Cup of Tarapuccino yang melimpahkan kepada pembaca akhir kisah perasaan antara kedua tokohnya.
Alhasil, novel Jasmine ini menjadi salah satu novel yang sangat layak dibaca oleh pecinta buku dan penikmat novel tanah air. Kelayakannya telah terlebih dahulu ditunjukkan dengan menjadi pemenang lomba menulis novel kreatif Indiva.
Sekian resensi saya, semoga bermanfaat dan selamat membaca.


0 komentar:

Posting Komentar