Kamis, 30 Januari 2014

Resensi Novel Hawa



Judul Buku      : Hawa
Penulis             : Riani Kasih
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit     : Juli 2013
ISBN               : 978 – 979 – 22 – 9759 – 1
Tebal Buku      : 256 hlm
Ukuran Buku  : 20 cm
Harga Buku     :Rp45.000,-
Genre              : Roman (Amore)

Filosofi Hidup dari Setangkai Dandelion

“... kebahagiaan itu menjadi milik orang yang mampu membedakan mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus dilepaskan.”
***
            Begitulah Hawa! Bertahun-tahun menjalin hubungan bersama Abhirama, kekasihnya, nyatanya Hawa tetap saja merasa dirinya berada pada urutan kesekian dalam skala prioritas sang kekasih, bahkan hingga menjelang pernikahan mereka. Hawa yang tak sanggup menerima sikap tak peka kekasihnya memilih melarikan diri ke rumah omanya di sebuah desa di pedalaman Kalimantan Barat.

            Di tengah pelariannya, Hawa bertemu dengan Landu, seorang polisi gagah dan tampan yang bertugas di Kapuas Hulu. Landu yang dewasa dan mengayomi. Sikapnya mampu menghangatkan hati Hawa dan menarik gadis itu dari aktivitas mati suri nya. Merubah pandangan Hawa tentang pertemuan pertama mereka yang kaku dan tidak menyenangkan hingga cinta perlahan menyemaikan bibitnya di hati mereka.
            Akan tetapi, kehadiran Abhirama yang menyusulnya ke pedalaman itu menggoyahkan hati Hawa. Cinta mereka bahkan hampir berlabuh di dermaga pernikahan. Apalagi Abhirama ternyata sahabat akrab Landu. Mampukah Hawa memilih sekaligus mengorbankan dan meremukkan hati salah satu dari lelaki itu? Bagaimana Hawa menghadapi kenyataan hidupnya ke depan yang ternyata sangat mengejutkan serta merenggut penglihatannya? Baca selengkapnya dalam novel romantis ini. (^_^)
            Novel yang romantis. Pada bagian-bagian tertentu kadang memberi kejutan hingga pipi turut bersemu membacanya. Novel ini dinobatkan menjadi juara ke-2 Lomba Penulisan Novel Amore tahun 2012 yang diadakan oleh Gramedia Pustaka Utama. Penulisnya merupakan alumnus Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Program Studi Pendididkan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Tanjungpura, Pontianak.
            Novel Hawa ini terbagi dalam dua bagian besar, bagian satu dan bagian dua yang di dalamnya terdapat beberapa bab cerita. Bagian pertama sebagian besar diporsikan untuk kisah cinta yang mengalir lancar antara tokoh-tokohnya. Bagian dua diporsikan untuk kisah Hawa pasca menikah. Saya merasa, di bagian dua inilah saya mendapatkan inti dan pesan yang disampaikan penulis lewat filosofi bunga dandelion.  Berikut petikan dialognya yang memberi inspirasi,
            “Apa nama bunga ini?” tanya Landu.
            “Orang Eropa menyebutnya dandelion. Di Indonesia kita menyebutnya Randa Tapak. Semacam prajurit angin.”
            “Prajurit angin?” tanya Landu heran.
            “Ya. Disebut prajurit angin karena mereka menebarkan benihnya dengan bantuan angin, terbang ke mana pun angin membawa. Bisa saja mendarat ke tanah yang subur, ke danau, dan tanah gersang. Kita sebenarnya perlu belajar dari bunga kecil ini bagaimana menerima kenyataan hidup. Dandelion yang terbawa angin tidak tahu di mana ia akan jatuh dan bagaimana kelak Tuhan menentukan cerita selanjutnya. Bahagia, sedih, atau hilang selamanya tanpa sempat menjadi dandelion baru.”
            Ya! Seperti kata penulisnya, God is a good director (halaman 226), maka Tuhan telah menggariskan nasib dan takdir untuk masing-masing hamba-Nya dengan sebaik-baiknya. Dalam hidup, tak ada perjalanan nasib yang mulus-mulus saja. Pun begitu dengan duka dan kesedihan, dia tak akan kekal abadi. Semuanya pastilah saling berganti dalam skenario yang telah dirancang-Nya. Maka ketika manusia menghadapi ujian dan cobaan kehidupan, hendaknya kita dapat mengambil pelajaran tentang filsafat hidup dari bunga dandelion seperti yang diumpamakan dalam dialog di atas. Dalam novel ini, kita dapat mengambil pesan penulisnya bahwa Tuhan telah merancang kehidupan manusia dengan sebaik-baiknya. Jangan pernah putus asa ketika cobaan dan musibah menimpa. Sebaliknya, terangilah hati untuk menerima dan menjalani cobaan tersebut dengan dada yang lapang agar hidup juga terasa lapang dan manis.
            Selain itu, satu lagi pesan yang dapat saya tangkap dari novel ini, yaitu kebahagiaan itu menjadi milik orang yang mampu membedakan mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus dilepaskan. Artinya, setiap individu mestinya bijak dalam menentukan pilihan agar dapat meraih kebahagiaan.
            Akan tetapi, dalam novel ini saya menemui bahwa tokoh Hawa terkesan rapuh dan agak kurang dewasa dalam mengambil keputusan. Sikap Hawa yang memilih lari menjelang pernikahan kemudian menyalahkan diri sendiri hingga mengurung diri berbulan-bulan terasa kontradiktif dengan sikap seorang dewasa. Memang, dalam novel ini tokoh Hawa tidaklah digambarkan dengan gamblang sebagai seorang gadis bersikap dewasa bahkan mudah terbawa suasana dan mungkin itu mewakili sikap dan sifat sebagian wanita yang memang sentimentil. Namun novel ini memang sebuah novel romantis yang memberi kejutan.
            Sebuah novel yang tentu saja layak untuk dimiliki dan diselami kisahnya. Semoga resensi ini bermanfaat. Selamat membaca ^_^


0 komentar:

Posting Komentar