Judul :
Penjaja Cerita Cinta
Penulis :
@edi_akhiles
Penerbit : DIVA Press, Yogyakarta
Cetakan 1 : Desember 2013
Tebal :
192 halaman
Etika dan Estetika Dalam Ragam Terknik Bercerita
Pernah pula Senja ia bersuara, “Aku sudah lupa bagaimana rasanya lelah
menunggu. Tapi aku selalu ingat tentang kamu yang berjanji akan datang kala
senja yang selalu setia kutunggu...” (hal.18)
Jika ada cerita yang mewartakan rindu yang sangat menyayat hati pemiliknya,
pastilah rindu yang dirasakan itu belumlah sepekat rindu yang bersemayam di
dalam hati senja. (hal.22)
***
“Coba pikirkan. Dia tanya tentang
infak jumatan di masjid, anggaplah seribu rupiah. Kalau aku mulai ke masjid
umur 12 tahun, rutin sekalipun, lalu aku mati pada umur 70 tahun, maka akan
ketemu masa selaam 58 tahun. Angka 58 itu kita kalikan 12 bulan, dikalikan lagi
4 minggu dalam satu bulan, maka hasilnya adalah 2.784 kali shalat Jumat. Lalu kita
kalikan jumlah infakku sebsesar seribu rupiah, hasilnya 2.784.000. Jadi pak tua
tadi menjamin bahwa aku akan masuk surga, plus bonus semua isinya, hanya dengan
membelanjakan harta di jalan Allah sebesar Rp. 2.784.000?” (hal.71)
***
Dunia sastra semakin disemarakkan
dengan hadirnya buku kumpulan cerpen berjudul Penjaja Cerita Cinta karya Edi
Akhiles ini. Mengawali menulis fiksi pada tahun 1995, ia butuh menulis 700
cerpen hingga untuk pertama kali cerpennya dimuat di sebuah koran harian
Yogyakarta. Edi Akhiles merupakan penulis yang sangat produktif. Karya-karyanya
bertebaran di media massa, buku-buku tulisannya juga dapat dijumpai di setiap
toko buku. Ia dimasukkan dalam Angkatan Sastra 2000, dinobatkan sebagai salah
satu Pegiat Sastra di Yogyakarta oleh Balai Bahasa Yogyakarta, merintis sebuah Diva Press Group, dan juga
sebagai direktur di Kampus Fiksi.
Buku ini berisi kumpulan 15 cerita pendek
plus bonus tips menulis dari Edi Akhiles. Dalam buku ini Edi Akhiles begitu
matang dalam merangkai setiap kata yang saling menjalin menjadi sebuah cerita
yang utuh, indah, dan padat makna. Ada beragam teknik menulis fiksi yang
berbeda-beda yang ia sampaikan melalui masing-masing cerita. Keragaman tema,
latar, ide, alur, dan semua elemen penyusunnya memberikan kejutan dan warna
yang berbeda-beda serta pesan moral yang dapat kita ambil dan pelajari pada
setiap tutur dan cerita yang disajikan. Tingkatan bahasa sastra yang digunakan
juga beragam, mulai dari yang paling berat, setengah berat, hingga yang paling
ringan sekalipun. Kadang membuat kening berkerut dan mesti berhenti sejenak
untuk mencerna kalimat yang dituturkan, menganggung-angguk, ber-oooo (merasa
sudah paham maksudnya ^_^) , terharu, tersenyum sendiri, hingga tertawa lepas
kala membacanya.
Lihat saja pada cerpen pertama,
penjaja Cerita Cinta, misalnya. Cerpen ini dibagi dalam beberapa bagian, kesetiaan, rindu, perpisahan, dan kenangan. Cerita berkelindan mengenai
senja yang membenci senja tapi selalu menanti datangnya senja untuk lelaki
bermata senja. Tokoh-tokoh di luar cerita senja itu sendiri, seperti si penjaja
cerita dan nyonya Srintil sang pendengar cerita membuat kisah ini semakin
menarik. Jadi, ada cerita di dalam cerita. Seperti menggigit sepotong lapis
legit yang berlapi-lapis. Uniknya, diksi dan gaya bahasa yang digunakan
benar-benar memikat meski terkesan berkelindan dan harus membaca dengan sepenuh
perhatian agar pembaca memahami apa yang dituturkan penulis. Kejutan di akhir
cerita mengenai si penjaja cerita pun memberi kesan baru, jadi antara Senja
dengan si penjaja dan pendengar cerita masih berada dalam lingkaran kisah hidup
yang sama tentang senja.
Teknik penceritaan menarik lainnya
terdapat pada cerita Dijual Murah Surga Seisinya. Awal cerita mengalir biasa. Selanjutnya,
pembaca diajak ikut berpikir mengenai perhitungan matematis jumlah sedekah yang
bisa membeli surga dan seisinya itu. Di akhir cerita, terasa pesan yang
disampaikan penulis melalui cerita ini begitu menohok diri para pembaca yang
mungkin sebagian besar kita (pembaca) sering sekali bersikap pelit dan
perhitungan ketika mengeluarkan sedekah. Penulis ingin menyampaikan bahwa
sedekah yang sedikit itu lebih baik asalkan rutin dilakukan karena sedekah yang
seperti itu memang lebih baik dibandingkan sedekah banyak tapi hanya sekali,
bukan? Cerdas!!! Itulah kesan saya terhadap penulisnya.
Ide cerita dalam buku ini terasa
nyaris lengkap, menghubungkan antara manusia dengan sesama, manusia dengan
Allah Sang Maha Pencipta. Setiap cerita juga begitu detail dan bahasa
deskripsinya begitu hidup seolah-olah pembaca berada di tengah-tengah tempat
atau alur cerita. Seperti pada cerita “Secangkir Kopi Untuk Tuhan“ (hal.81), detail
yang dituturkan mengembalikan ingatan kita pada tragedi naas yang menimpa salah
satu pembalap dunia itu. Begitu juga denga pesan-pesan moral langsung yang
begitu jleb dan mengena, seperti pada cerita “Lengkingan
Seorang Ibu yang Ditinggal Mati Anaknya” (hal.149), “SI X, SI X, AND GOD”
(hal.167), juga pada beberapa cerita lain. Selalu menyentil perasaan, hati, dan
kesadaran.
Hal yang perlu dikritisi terlepas
dari keberhasilan membangun alur dan pesan cerita, Edi Akhiles juga menggiring
kita pada etika bercerita untuk menggambarkan apa yang dianggap tabu untuk
dibahas, menjadi dapat diterima, dibalut dengan gaya estetika yang tinggi dalam
bertutur sehingga tidak menggerus nilai yang ingin disampaikan. Ragam teknik
bercerita Edi juga menyimpulkan bahwa seorang penulis tak perlu terjebak pada
satu gaya bercerita yang mengungkung eksplorasi kita dalam bertutur. Karena
gaya yang monoton dan konvensional hanya membuat pembaca jenuh. Gaya bahasa
yang disesuaikan dengan ragam usia pembaca juga menunjukkan bahwa sebagai
penulis tak harus menggunakan bahasa tingkat tinggi yang seolah menunjukkan
perbedaan intelegensia penulis dan pembaca.
Membaca kumpulan cerpen dalam buku
ini juga membuat kita berpikir bahwa penulis tak perlu menggurui dan membuat
jalan cerita begitu rumit untuk menyampaikan sebuah pesan. Etika dan estetika
serta ragam teknik bercerita-nya menjadi contoh yang bisa dipraktikkan oleh
penulis lain. Penguasaan teknik dan detail cerita menjadi penopang penting
bersama unsur-unsur lain sehingga elemen cerita tidak tumpang tindih.
Sekali lagi, sebagian cerita dalam
buku ini sungguh mampu mempengaruhi pola pikir dan tindakan pembaca. Beragam ilmu
bisa diambil dalam teknik berceritanya. Lebih beragam jika dibandingkan dengan
kumpulan cerita lain yang mengangkat tema, alur, dan unsur cerita lainnya yang hampir
sama tanpa campuran warna berbeda. Tak akan rugi untuk memiliki dan membaca
buku yang satu ini J
0 komentar:
Posting Komentar