Sabtu, 04 Januari 2014

Sebentuk Cinta...




Sabtu, 04 Januari 2014
Dalam deras hujan dan dinginnya malam...

            Inikah yang disebut ukhuwah dan persaudaraan karena Allah? Persaudaraan yang bahkan tidak diikat oleh darah dan rahim yang yang sama...
            Inikah namanya saling menyayangi dalam dekapan ukhuwah? Meski yang satunya berusaha menarik diri dari lingkaran, meski malu karena perasaan tak sepadan dengan tingginya tingkatan amal saudara yang lain, tapi sisi yang satu tetap menggenggam erat hingga lingkaran itu tidak putus dan bercerai berai.
            Inikah nikmatnya saling mencintai karena Allah?
            Di antara banyak jiwa yang memilih meringkuk di balik selimut, mereka rela kedinginan menembus serbuan hujan, demi menghangatkan satu jiwa yang sedang sekarat...

            Aku keluar dari kamar mungil serba gunaku, satu-satunya ruangan favoritku di pondok mertua indah,  menuju teras depan rumah tempat kedua akhwat itu berdiri menunggu. Keduanya baru saja tiba mengendarai motor matic secara berboncengan. Dua akhwat yang sudah kukenal, murobbi tersayang dan adik yang menjadi mas’ul di kelompok liqo’atku. Hatiku terjengit, salah satu sudutnya basah seperti daratan yang lama tak disapa hujan. Rasa bersalah menohokku begitu dalam menyaksikan keadaan keduanya yang kuyup. Bukan hanya karena jas hujannya hanya satu dan kupastikan bahwa yang dibonceng pasti bersusah-susah melindungi diri dari guyuran hujan menggunakan bagian belakang jas hujan itu, tapi juga karena sebelumnya keduanya telah dengan aktif menelpon dan mengsms ke ponselku menanyakan alamat pondok ini dan aku mengatakan aku sedang tidak ada di rumah. Bukan karena aku tak ingin menemui wajah-wajah mereka yang terus terang selalu membuatku merasa damai, tetapi karena kondisi jiwaku yang sedang menggalau badai. Galau yang akut. Menggulung lahir batinku pada muara resah berkepanjangan. Rasanya ingin bersembunyi ke ceruk terdalam di lubang semut. Mana punya nyali aku berkumpul dalam lingkaran pekanan bersama, menampilkan senyum dan ketenangan sementara amuk badai pada “layar kapalku” yang mulai menyusut dan hampir tak terkembang itu senantiasa menghampar awan kelabu di wajahku. Bahkan aku tak mampu menakar iman yang kadarnya selalu menipis ini.
            Tapi lihatlah mereka!!! Dengan kegigihan 24 karat dan niat 90 derajat, pastinya pun bertanya ke teman yang lain alamat persisku, akhirnya mereka tiba di pondok ini dengan senyum dan keramahan yang menguarkan kehangatan. Lengkap dengan oleh-oleh sekantong tas besar penuh dengan makanan dan kebutuhan sehari-hari yang terlebih sering ditiadakan dalam list anggaran belanjaku ketika dengan percaya diri memasuki supermarket sekedar membeli mie instan.  Membuat kata-kataku tercekat dan tak bisa mengeluarkan kalimat kecuali kecanggungan bahasa dan sikap. Oh Allah, alangkah rapuhnya hamba-Mu ini. Semakin kerdil aku berhadapan dengan bunga-bunga dakwah seperti kedua muslimah di hadapanku ini...
            Masih dengan rikuh dan canggungku, sebaliknya mereka berdua begitu penuh kengatan dalam setiap kata-kata dan nasihat yang mengalir bersama senyuman. Duduk bersila tanpa alas penghalang lantai yang menghantarkan hawa dingin, dengan pakaian separuh basah, tanpa minuman penghangat (jujur, teh sachetku habis dua hari lalu, tapi kulirik di tas bawaan murobbiku ada teh celup. Hanya saja, murobbi tercinta menolak karena kenyang. Ah, aku seharusnya tetap membuatkan), pun begitu masih pula disapa oleh lamat-lamat aroma mbah Kus yang sepertinya mati entah di celah mana di pondok ini. Jangan-jangan kedua tamuku ini sudah pengen kabur segera gara-gara aroma itu, hehe... Afwan jiddan.
            Sayang, waktu memisahkan pertemuan kita malam ini... Lagi-lagi, rasa bersalah itu menohok ulu hati dan jiwaku lebih dalam. Setelah ini, apa aku masih punya alasan untuk mungkir dari pertemuan pekanan? Setelah segala ibroh dan nikmat silaturahim serta rezeki itu? Oh ukhuwah,,, alangkah indah... Mencetuskan kalimat suami, “begitulah seorang murobbi dan saudara karena Allah...”
Maka, nikmat Allah yang mana lagikah yang hendak aku dustakan??? Astagfirullah walhamdulillah...

(Untuk dua muslimah tangguh, Teteh Sukma Listari dan Dik Sulas, jazakillah khairan katsiran, semoga Allah membalas dengan berlipat pahala dan rahmat. Afwan jiddan atas alasan tak termaafkan, sedang kalian begitu teguh... Jazakillah, nasihat Teteh selalu yang terbaik... Jazakillah atas se-tas penuh pangan itu...)
Buat sahabat dan adik2 di lingkaran cinta, afwan... Ana uhibbukumfillah...

0 komentar:

Posting Komentar