Judul Buku : Perjalanan Hati
Penulis : Riawani Elyta
Penerbit : Rak Buku
Tahun Terbit : Mei, 2013
ISBN :
6021755960
Tebal Buku : 194 halaman
Ukuran Buku : 13x19 cm
Harga Buku : Rp43.000,-
Kategori : Fiksi
Kejujuran dan Jejak Cinta di Gugus Krakatau
Hampir sebagian besar perceraian dalam rumah tangga
disebabkan karena ketidaksetiaan, ketidakjujuran, dan kurang sabarnya para
pasangan menyelesaikan persoalan yang timbul. Namun, melalui cerita dalam buku
ini kita bisa belajar tentang itu semua. Bahwa kesetiaan dan kejujuran menjadi
sangat penting, pun ketika muncul persoalan karena kesalahan di masa lalu
pasangan, janganlah sampai menjadi penghantar bagi sebuah perpisahan. Bahwa
para pasangan tidak harus mempertahankan egoisme masing-masing demi sebuah keutuhan
bersama.Novel ini juga mengandung banyak qoute menarik dan menginspirasi
tentang rumah tangga.
Maira
memutuskan untuk melakukan kegiatan backpacker lagi, kali ini tujuannya adalah
ke gugus Anak Krakatau. Krakatau dan gunung-gunung tinggi menjulang memang
selalu menyiratkan kenangan dan cinta baginya. Gununglah yang menumbuhkan
harapannya kepada Andri, gununglah yang menyatukannya dengan Yudha, sang suami
dalam pernikahan. (hal.4)
Alasannya
mengikuti pendakian kali ini bukanlah semata-mata karena kedatangan Donna,
mantan kekasih sang suami yang tiba-tiba hadir dengan anak hasil hubungannya
dengan suami Maira ketika masih pacaran dulu. Ada alasan lain yang lebih utama,
alasan yang menduduki urutan pertama dalam benak dan hati Maira, yaitu satu
sosok di masa lalu yang bahkan hingga kini tak juga mampu Maira enyahkan dari
hatinya. Sosok yang menghilang, yang selalu mendampingi hari-harinya dulu
semasa kuliah dan semasa menjadi anak mapala, meski kebersamaan mereka yang tak
bernama dan tak juga diperjelas dengan status pacaran atau persahabatan. Selalu
menguarkan rindu yang menyesak ketika sosok itu diketahuinya muncul kembali dan
menjadi salah satu peserta dalam kegiatan backpacker itu. Sosok lelaki dengan
sikap cuek dan tatapan bola mata pekatnya yang justru menjadi magnet bagi
Maira. Sosok itu adalah Andri.
Pertemuan
itu benar-benar terwujud kini, justru di saat Maira telah membangun rumah
tangga bersama Yudha. Maira menghabiskan hari-hari perjalanan dan pendakian
bersama Andri, namun Maira justru menyadari sesuatu yang lain bahkan ketika
pengakuan jujur Andri tentang perasaannya terhadap Maira terlontar jelas. Namun
Maira justru mengingat kata-kata Andri, “Pernikahan
nggak selamanya menjadi gembok besar yang menghalangi kesempatan orang lain
untuk memasukinya selama yang empunya juga selalu alpa memasang gembok itu
rapat-rapat” (Chapter 5, hal.53). Maira bukannya alpa memasang gembok,
bahkan ia telah dengan sengaja membuka gembok itu untuk Andri untuk memastikan
kekuatan perasaannya terhadap Andri dan suaminya.
Yudha,
sang suami bukannya tak tau alasan istrinya mengikuti pendakian kali ini. Meski
dibakar cemburu, tapi dirinya yakin bahwa istrinya pasti akan menemukan jawaban
dari masalah dan pemikiran rumit yang dirahasiakannya. Yudha pun harus memilih
sikap terhadap Donna, kekasihnya di masa lalu yang kini mengasuh anak mereka
seorang diri.
Perjalanan demi
perjalanan hati Maira dan Yudha menapaki masa lalu, akhirnya menemukan sebuah
muara keputusan bahwa yang paling penting sekarang adalah menjalani rumah
tangga mereka berdua secara bahagia. Masa lalu adalah pengalaman. Satu hal
penting yang kini mereka sadari, kejujuran adalah awal untuk mewujudkan
keputusan itu...
Tema
yang diangkat dalam novel ini terasa pas dengan persoalan yang kadang dihadapi oleh
sebagian orang, khususnya bagi mereka yang sedang menjalani bahtera rumah
tangga. Siapapun tahu, masa lalu terkadang masih menyisakan kenangan mendalam
kita terhadap atau dengan seseorang, entah itu tentang perasaan atau persoalan
yang tak tuntas atau tak terselesaikan. Masa lalu yang sebagian kita mungkin
masih berharap untuk dapat mengulangi atau sekedar bernostalgia, namun
terkadang menjadi momok dan bumerang bagi diri dan rumah tangga. Tentu,
perasaan-perasaan seperti itu seharusnya dienyahkan. Mengutip kalimat penulis
dalam buku ini, “terkadang, ada bagian
dari masa lalu yang cukup kita jadikan kenangan dan pelajaran, bukan untuk
dibawa bersama dalam kehidupan yang sekarang, karena kehadirannya justru hanya
akan menjadi kerikil yang menusuk dalam diam.” (Chapt.17, hal.186) Karena “tentang sebuah rasa yang terus tumbuh dan
terpelihara. Jika tidak pada tempatnya, maka ia tak ubahnya ilalang kering.”
(Chapt. 8, hal.73).
Kesimpulannya,
kejujuran dan kepercayaan kepada pasangan menjadi suatu hal yang sangat penting
dalam membina rumah tangga. Cinta dan segala kejadian di masa lalu hendaknya
dijadikan pengalaman berharga namun jangan sampai mengganggu rumah tangga yang
sekarang. Tekad dan kesungguhan untuk menjadi lebih baik demi keutuhan rumah
tangga merupakan hal yang harus diperjuangkan. Semua hikmah itu bisa kita
dapatkan dalam buku ini. selamat membaca...
(Dimuat di Koran Jakarta, Rubrik PERADA Edisi Kamis, 30 Januari 2014 di http://koran-jakarta.com/?4601-kejujuran-dan-jejak-cinta-di-gugus-krakatau)
0 komentar:
Posting Komentar