Judul Buku : Sayap Sayap Mawaddah
Penulis : Afifah Afra
Riawani Elyta
Penerbit : Penerbit Indiva (Indiva Media
Kreasi)
Tahun Terbit : Juli 2015
Tebal Buku : 208 hlm
Ukuran Buku : 19cm
ISBN : 978-602-1614-65-5
Mawaddah,
Asiknya Memadu Cinta dengan Gairah
Abu Hasan al-Mawardy, dalam an-Nukat
Wa al-‘Uyun menjelaskan tentang mawaddah
yang disarikan dari QS.ar-Rum : 21 yaitu sebagai al-Mahabbah (kecintaan), al-Jima’
(hubungan badan),dan mencintai
(kecintaan terhadap) orang dewasa. Maka, dapat didefiniskan bahwa mawaddah merupakan semacam perasaan
cinta yang bersifat passionate (gairah),
sebagaimana yang terjadi antara dua orang yang berlawanan jenis. Rindu dendam,
mabuk cinta, merasa ingin selalu berdekatan dengan luapan kegairahan, ini
adalah mawaddah. Satu-satunya
ekspresi mawaddah yang diizinkam dan
bahkan bisa bernilai ibadah adalah kepada suami atau istri, berupa jimak atau
hubungan seksual. Tanpa hubungan pernikahan, hubungan seks dihukumi zina.
(Sayap Sayap Sakinah , hlm 24).
Mawaddah
berasal dari kata wadda-yawaddu-wuddun-mawaddatan yang artinya adalah cinta.
Secara spesifik, seperti dijabarkan dalam tafsir Ibnu Abbas, mawaddah diartikan cinta seorang istri
kepada suaminya. Menurut Imam Baidlowi, mawaddah
dikiaskan dengan jima’ (hubungan seksual antara suami istri), sedangkan menurut
ar-Razi, kata mawaddah meruoakan
cinta seksual yang muncul dari hal-hal yang bersifat fisik. Di dalam Al-Quran, mawaddah disebut kan sebanyak 29 kali,
sementara mahabbah dengan berbagai bentuknya disebut sebanyak 95 kali. (Sayap
sayap Mawaddah, hlm 28).
Berangkat dari definisi bahwa mawaddah merupakan cinta penuh gairah
antara suami istri, maka dapat dipahami mengapa adanya mawaddah dalam kehidupan berumah tangga merupakan sebuah syarat
mutlak mewujudkan rumah tangga yang harmonis dan menghidupkan kehidupan. Mawaddah akan menghasilkan rahmah atau
perasaan kasih sayang yang melanggengkan kehidupan rumah tangga. Sayangnya,
sebuah hasil survey menyatakan bahwa negeri kita tercinta, Indonesia, menempati
urutan teratas atau memiliki angka perceraian tertinggi se-Asia Pasifik. Selain
itu, berdasarkan data-data yang dirilis pengadilan agama di Indonesia
menyatakan bahwa 70% dari gugatan perceraian itu diajukan oleh pihak wanita
(istri) dengan alasan ketidakharmonisan. Ketidakharmonisan ini sendiri dapat
berupa minimnya kasih sayang dari suami, pudarnya perasaan cinta, munculnya
orang ketiga, juga tindak kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada
perceraian.
Tingginya angka perceraian tersebut
mencerminkan betapa mawaddah seringkali
terlupa untuk dipraktikkan sehari-hari dalam kehidupan berumah tangga.
Akibatnya, kehidupan rumah tangga menjadi kering kerontang, keromantisan
menguap entah kemana, bahkan menjadi hal tabu yang tak lagi indah pada
pasangan. Padahal, mawaddah merupakan
unsur penting yang harus terlaksana. Mengapa? Karena laki-laki dan perempuan
memiliki ketertarikan seksual atau Gharizah
an-nau’. Pada laki-laki yang lebih dominan hasrat seksualnya, maka
penyaluran kebutuhan biologis ini menjadi sangat penting dan genting bila tidak
tersalurkan. Sebaliknya, pada perempuan, hasrat seksual ini harus diawali
dengan perasaan cinta berupa kasih dan sayang dari suami. Perbedaan ini bila
disatukan dengan kemauan untuk saling memahami, maka akan menjelma sebuah
hubungan intim yang manis dan romantis suami istri yang tentu mencipta
kepuasan. Apabila suami istri memperoleh kepuasan ini dalam rumah tangga, maka
godaan munculnya wanita atau pria idaman lain setidaknya dapat ditepis.
Lalu jika hasrat kepada pasangan
telah memudar, atau si dia sudah terlanjur selingkuh, haruskah memilih
bertahan, poligami, atau bercerai? Wah, ini sebuah pertanyaan berdasar
fenomena”kekinian” yang pasti disambut antusias oleh kaum wanita. Sebelum
memutuskan mengambil pilihan kedua dan ketiga, ada baiknya kita belajar lagi
untuk mencintai pasangan, berusaha memandang hal-hal positif yang bisa dipetik
dari musibah yang menimpa rumah tangga kita. Terkadang, pembuktian cinta
diperlukan ketika musibah melanda, bukan? Jangan sibuk menanyai diri sendiri juga
pasangan, mengapa dia berpaling? Karena jawabnya ada pada diri dan pasangan,
yang pastinya dilarbelakangi oleh iman yang sedang goyah dan berbagai faktor
eksternal lainnya, termasuk teknologi yang kian canggih, kian hari menjauhkan
yang dekat, mendekatkan yang jauh.
Isi bukunya menarik bukan? Tentu
sangat menarik dan komplit jika Anda membaca sendiri isi bukunya. Melengkapi
seri sebelumnya, Sayap Sayap Sakinah yang telah terlebih dahulu terbit, buku
kedua ini hadir dengan tampilan cover yang menarik dan attraktif, isi yang
sangat menarik dan komunikatif karena
pembahasannya adalah tentang cinta yang memang tak pernah tuntas untuk dikupas.
Saya meyakinkan Anda, bahwa bagi yang belum menikah, pasti semangat menikah
akan melejit di diri Anda usai membaca buku ini. Bagi yang telah menikah, juga
mungkin sedang menghadapi masalah dalam rumah tangga, cobalah untuk membaca,
memahami, dan mempraktikkan isi buku ini, Insya Allah rumah tangga Anda akan
menghangat kembali dan semakin hangat, bertabur berkah. Selain dihiasi
penuturan khas kedua penulisnya, Afifah Afra dan Riawani Elyta, pemaparan
serius dalam buku ini juga ditulis oleh Ahmad Supriyanto yang merupakan suami
dari Afifah Afra. Kelebihan lainnya, buku ini juga dilengkapi dengan lima kisah
inspiratif dari pemenang “Lomba Menulis Kisah Sejati Miracle Of Love In
Marriage” dari Indiva.
Intinya, buku ini menghadirkan
ulasan lengkap tentang permasalahan dalam hubungan suami istri dengan
memfokuskan pembahasan pada mawaddah.
Tentu saja, yang dibahas bukan sekedar permasalahan, tapi juga solusi lengkap
beserta uraian dan pernak perniknya yang akan membuat pipi Anda merona malu
juga bahagia. Semoga usai membaca buku ini, saya, juga pembaca lainnya akan
segera berbenah diri untuk mewujudkan rumah tangga hangat bertabur berkah di
jalan Allah SWT, sesuai syariat yang halal dan diridhoi-Nya. Jauhi maksiat juga
pacaran yang menjerumuskan kepada zina. Jika ada jalan yang berkah lagi nikmat,
mengapa harus berlelah-lelah di jalan azab??? Yuk semangat nyalakan kembali api
cinta pada pasangan kita.
Semoga resensi ini bermanfaat,
selamat bertamasya di kebun kata, memetik hikmah beroleh berkah. J
0 komentar:
Posting Komentar