Senin, 26 Oktober 2015

Resensi Sayap Sayap Mawaddah #LMRSS



Judul Buku      : Sayap Sayap Mawaddah
Penulis             : Afifah Afra
                          Riawani Elyta
Penerbit           : Penerbit Indiva (Indiva Media Kreasi)
Tahun Terbit    : Juli 2015
Tebal Buku      : 208 hlm
Ukuran Buku  : 19cm
ISBN               : 978-602-1614-65-5

Mawaddah, Asiknya Memadu Cinta dengan Gairah
            Abu Hasan al-Mawardy, dalam an-Nukat Wa al-‘Uyun menjelaskan tentang mawaddah yang disarikan dari QS.ar-Rum : 21 yaitu sebagai al-Mahabbah (kecintaan), al-Jima’ (hubungan badan),dan  mencintai (kecintaan terhadap) orang dewasa. Maka, dapat didefiniskan bahwa mawaddah merupakan semacam perasaan cinta yang bersifat passionate (gairah), sebagaimana yang terjadi antara dua orang yang berlawanan jenis. Rindu dendam, mabuk cinta, merasa ingin selalu berdekatan dengan luapan kegairahan, ini adalah mawaddah. Satu-satunya ekspresi mawaddah yang diizinkam dan bahkan bisa bernilai ibadah adalah kepada suami atau istri, berupa jimak atau hubungan seksual. Tanpa hubungan pernikahan, hubungan seks dihukumi zina. (Sayap Sayap Sakinah , hlm 24).

            Mawaddah berasal dari kata wadda-yawaddu-wuddun-mawaddatan yang artinya adalah cinta. Secara spesifik, seperti dijabarkan dalam tafsir Ibnu Abbas, mawaddah diartikan cinta seorang istri kepada suaminya. Menurut Imam Baidlowi, mawaddah dikiaskan dengan jima’ (hubungan seksual antara suami istri), sedangkan menurut ar-Razi, kata mawaddah meruoakan cinta seksual yang muncul dari hal-hal yang bersifat fisik. Di dalam Al-Quran, mawaddah disebut kan sebanyak 29 kali, sementara mahabbah dengan berbagai bentuknya disebut sebanyak 95 kali. (Sayap sayap Mawaddah, hlm 28).
            Berangkat dari definisi bahwa mawaddah merupakan cinta penuh gairah antara suami istri, maka dapat dipahami mengapa adanya mawaddah dalam kehidupan berumah tangga merupakan sebuah syarat mutlak mewujudkan rumah tangga yang harmonis dan menghidupkan kehidupan. Mawaddah akan menghasilkan rahmah atau perasaan kasih sayang yang melanggengkan kehidupan rumah tangga. Sayangnya, sebuah hasil survey menyatakan bahwa negeri kita tercinta, Indonesia, menempati urutan teratas atau memiliki angka perceraian tertinggi se-Asia Pasifik. Selain itu, berdasarkan data-data yang dirilis pengadilan agama di Indonesia menyatakan bahwa 70% dari gugatan perceraian itu diajukan oleh pihak wanita (istri) dengan alasan ketidakharmonisan. Ketidakharmonisan ini sendiri dapat berupa minimnya kasih sayang dari suami, pudarnya perasaan cinta, munculnya orang ketiga, juga tindak kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada perceraian.
            Tingginya angka perceraian tersebut mencerminkan betapa mawaddah seringkali terlupa untuk dipraktikkan sehari-hari dalam kehidupan berumah tangga. Akibatnya, kehidupan rumah tangga menjadi kering kerontang, keromantisan menguap entah kemana, bahkan menjadi hal tabu yang tak lagi indah pada pasangan. Padahal, mawaddah merupakan unsur penting yang harus terlaksana. Mengapa? Karena laki-laki dan perempuan memiliki ketertarikan seksual atau Gharizah an-nau’. Pada laki-laki yang lebih dominan hasrat seksualnya, maka penyaluran kebutuhan biologis ini menjadi sangat penting dan genting bila tidak tersalurkan. Sebaliknya, pada perempuan, hasrat seksual ini harus diawali dengan perasaan cinta berupa kasih dan sayang dari suami. Perbedaan ini bila disatukan dengan kemauan untuk saling memahami, maka akan menjelma sebuah hubungan intim yang manis dan romantis suami istri yang tentu mencipta kepuasan. Apabila suami istri memperoleh kepuasan ini dalam rumah tangga, maka godaan munculnya wanita atau pria idaman lain setidaknya dapat ditepis.
            Lalu jika hasrat kepada pasangan telah memudar, atau si dia sudah terlanjur selingkuh, haruskah memilih bertahan, poligami, atau bercerai? Wah, ini sebuah pertanyaan berdasar fenomena”kekinian” yang pasti disambut antusias oleh kaum wanita. Sebelum memutuskan mengambil pilihan kedua dan ketiga, ada baiknya kita belajar lagi untuk mencintai pasangan, berusaha memandang hal-hal positif yang bisa dipetik dari musibah yang menimpa rumah tangga kita. Terkadang, pembuktian cinta diperlukan ketika musibah melanda, bukan? Jangan sibuk menanyai diri sendiri juga pasangan, mengapa dia berpaling? Karena jawabnya ada pada diri dan pasangan, yang pastinya dilarbelakangi oleh iman yang sedang goyah dan berbagai faktor eksternal lainnya, termasuk teknologi yang kian canggih, kian hari menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh.
            Isi bukunya menarik bukan? Tentu sangat menarik dan komplit jika Anda membaca sendiri isi bukunya. Melengkapi seri sebelumnya, Sayap Sayap Sakinah yang telah terlebih dahulu terbit, buku kedua ini hadir dengan tampilan cover yang menarik dan attraktif, isi yang sangat menarik  dan komunikatif karena pembahasannya adalah tentang cinta yang memang tak pernah tuntas untuk dikupas. Saya meyakinkan Anda, bahwa bagi yang belum menikah, pasti semangat menikah akan melejit di diri Anda usai membaca buku ini. Bagi yang telah menikah, juga mungkin sedang menghadapi masalah dalam rumah tangga, cobalah untuk membaca, memahami, dan mempraktikkan isi buku ini, Insya Allah rumah tangga Anda akan menghangat kembali dan semakin hangat, bertabur berkah. Selain dihiasi penuturan khas kedua penulisnya, Afifah Afra dan Riawani Elyta, pemaparan serius dalam buku ini juga ditulis oleh Ahmad Supriyanto yang merupakan suami dari Afifah Afra. Kelebihan lainnya, buku ini juga dilengkapi dengan lima kisah inspiratif dari pemenang “Lomba Menulis Kisah Sejati Miracle Of Love In Marriage” dari Indiva.
            Intinya, buku ini menghadirkan ulasan lengkap tentang permasalahan dalam hubungan suami istri dengan memfokuskan pembahasan pada mawaddah. Tentu saja, yang dibahas bukan sekedar permasalahan, tapi juga solusi lengkap beserta uraian dan pernak perniknya yang akan membuat pipi Anda merona malu juga bahagia. Semoga usai membaca buku ini, saya, juga pembaca lainnya akan segera berbenah diri untuk mewujudkan rumah tangga hangat bertabur berkah di jalan Allah SWT, sesuai syariat yang halal dan diridhoi-Nya. Jauhi maksiat juga pacaran yang menjerumuskan kepada zina. Jika ada jalan yang berkah lagi nikmat, mengapa harus berlelah-lelah di jalan azab??? Yuk semangat nyalakan kembali api cinta pada pasangan kita.
            Semoga resensi ini bermanfaat, selamat bertamasya di kebun kata, memetik hikmah beroleh berkah. J

           
           
           
           


0 komentar:

Posting Komentar