RESENSI
Judul Buku : Da Conspiracao (Sebuah Konspirasi)
Penerbit : Afra Publishing
(Kelompok Penerbit Indiva Media Kreasi)
Tahun Terbit : 2012
Tebal Buku : 632 halaman
Ukuran Buku : 20 cm
ISBN : 978-602-8277-66-2
Harga Buku : Rp65.000,-
Dahsyatnya
Konspirasi
Bendara Raden Mas Rangga Puruhita,
seorang pemuda ningrat, cucu raja terbesar di pulau Jawa, sarjana ekonomi, pintar
dan terpelajar, baru beberapa bulan kembali dari negeri kincir angin setelah
menyelesaikan studinya di universiteit Leiden, bercita-cita membangun ekonomi
bangsanya yang sangat terpuruk. Sayang, sebuah konspirasi keji yang menudingnya
melibatkan diri dalam pergerakan melawan kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda
membuatnya mesti terbuang ke tanah Flores yang sangat jauh dan gersang.
Tan Sun Nio, gadis keturunan
Tionghoa, jelita, ambisius, cerdas, dan sangat pemberani, bersumpah untuk
mengabdikan diri sebagai budak sang kakak di tanah Ende, Flores, setelah
dikhianati oleh kekasihnya tepat di malam pinangan yang amat dinantikannya. Di
tanah Flores, ia menjadi penguasa bisnis terbesar setelah menggantikan
kakaknya. Bisnis yang berkembang pesat membuatnya menjadi ratu perniagaan tak
hanya di tanah Flores, bahkan di seluruh kawasan Hindia Timur. Sayang,
keberadaannya justru menjadi momok menakutkan bagi para nelayan dan masyarakat
kecil di tanah Ende.
Rangga dan Tan Sun Nio,
mereka bertemu di tengah medan yang masih sarat dengan bara pertempuran. Dendam
terhadap pemerintah masih teramat kental di dada para suku kecil masyarakat
Flores pasca peperangan berpuluh-puluh tahun silam. Membuat keadaan mencekam
yang sewaktu-waktu bisa meledakkan pertempuran.
Rangga dan Tan Sun Nio, mereka bertemu pada situasi
yang awalnya justru membuat mereka berhadapan sebagai lawan. Namun, sebuah
konspirasi tingkat tinggi yang melibatkan sekelompok bajak laut, Bevy de Aquia
Leste, yang di dalamnya melibatkan orang-orang yang ironisnya selama ini adalah
orang yang dekat dengan mereka, membawa mereka pada sebuah persamaan yang
mengeratkan rasa yang semakin tumbuh antara keduanya. Pergolakan demi
pergolakan pun kian deras mengalir, menyeret mereka dan beberapa pihak dalam
permainan konspirasi tingkat tinggi yang sungguh teramat sangat berbahaya.
Rangga bahkan kehilangan ingatannya. Akankah hal ini menjadi kesempatan yang
dimanfaatkan Tan Sun Nio untuk masuk dalam kehidupan Rangga sepenuhnya?
Bagaimana pula dengan nasib Maria yang diam-diam mencintai Rangga? Apa yang
terjadi dengan Herman Zondag yang ternyata adalah Robin Hood van Ende?
Bagaimana kisah kehidupan Rangga selanjutnya? Ahh,, sungguh penuh konflik dan
konspirasi.
*****
Novel yang satu ini merupakan sebuah
novel ideologis, karya ke-3 dari tetralogi De Winst dan De Liefde yang telah
terbit sebelumnya (seri terakhir belum terbit). Namun, tak masalah jika belum
membaca kedua novel pendahulunya karena masing-masing novel dalam tetralogi ini
memiliki konflik dan kisah yang berbeda. Pertama melihat dan memegang buku Da
Conspiracao ini, dari cover dan bobotnya, saya berdecak kagum. Dari covernya
saja sudah memberikan keyakinan bahwa tema yang disajikan lebih berat dari
novel pendahulunya.
Da Conspiracao, bersetting masa lalu
di bumi bagian paling timur Indonesia. Sarat dengan konflik dan konspirasi,
namun juga tak melulu menghadirkan
ketegangan. Kisah cinta yang dihadirkan memberikan warna tersendiri yang
menjadi padu dengan konflik yang muncul. Sungguh sangat lengkap alasan kenapa
kita mesti membaca buku ini. Kisah dan konflik yang dihadirkan benar-benar tak
sekedar fiksi karena ternyata dalam menyusun novel ini, penulisnya telah
terlebih dahulu melakukan pengkajian mendalam tentang sejarah terkait sehingga
benar-benar membuat novel ini “berisi” dan mengundang kagum. Bahkan beberapa
dialognya benar-benar dikutip dari buku sumbernya. Kisah yang dihadirkan di
setiap bab memberi kejutan demi kejutan yang mencuatkan rasa penasaran untuk
segera menuntaskannya hingga akhir. Plotnya begitu apik, hidup, dan
komplit! Meski tebal halamannya mencapai
600-an dan mengisahkan sejarah, namun tak membuat dahi sampai berlipat membacanya
karena gaya bertutur penulis begitu lincah dan teratur. Secara keseluruhan novel
ini nyaris tanpa kekurangan.
Namun, menurut saya ada beberapa hal
yang menjadi poin minus dalam novel ini. Pada beberapa halaman saya menemukan
penggunaaan kata ganti yang kadang berbeda-beda dalam satu kalimat atau satu
babnya. Kadang menggunakan kata “aku”, “nya”, “saya”, atau “dia” sehingga
menjadikannya kurang konsisten.
Selain itu, dalam novel ini juga
menggunakan banyak bahasa daerah dan istilah asing sehingga beberapa kali saya
mesti membolak-balik halaman akhir untuk melihat arti dari kata atau istilah
tersebut. Akan tetapi, hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah karena justru
penggunaan dialog dengan kata-kata dan istilah bahasa daerah itu menunjukkan penyatuan
dengan latar daerah yang menjadi setting dalam cerita. Menjadi klop.
Namun, satu poin terasa mengganggu
saya. Dari buku De Winst, De Liefde, hingga Da Conspiracao ini selalu
mengetengahkan kisah pertemuan yang menerbitkan kekaguman dan perasaan cinta
sang tokoh utama, Rangga Puruhita, dengan para tokoh perempuan yang
mengelilinginya. Terkesan sang tokoh kurang bisa setia kepada satu hati ya
(^_^). Penggambaran watak sang tokoh perempuan pun terkadang sangat menonjolkan
diri dengan pengakuan dari sang tokoh sendiri sebagai orang yang cerdas, cantik,
keras kepala, dan pemberani. Pada novel ini juga, saya menilai bahwa tokoh
Rangga seperti pelengkap karena peran penting justru terasa dimainkan oleh Tan
Sun Nio. Dari bab awal hingga akhir pun terasa bahwa kisah dan kepribadian Tan
Sun Nio lebih mendominasi.
Dalam novel ini, dari bab ke bab terasa
konflik semakin memanas. Kejutan demi kejutan fakta diungkap satu per satu,
mengejutkan dan tidak disangka-sangka sebelumnya, membuat saya terkadang
berhenti sejenak dari membaca untuk mencerna kembali rangkaian ceritanya.
Menghadapi konflik yang terus menanjak, saya berharap di bab-bab terakhir
menjadi bab yang memberi efek “menenangkan”, tapi ternyata sampai akhir cerita
tetap dibiarkan dalam konflik yang tak berkesudahan. Membuncahkan rasa
penasaran akan kelanjutan kisah dalam buku ini dan buku sebelumnya. Mungkin
nanti pada seri terakhirnya akan benar-benar menjadi buku pamungkas dari
konflik-konflik di seri sebelumnya. Kita tunggu saja.
Membaca novel ini dan dua seri
sebelumnya mengingatkan saya pada novel sebelumnya karya mbak Afifah Afra, trilogi
Bulan Mati di Javasche Orange. Setting dan kisah awalnya menurut saya kurang
lebih mirip dengan seri novel ini. Namun novel kali ini benar-benar lebih padat
konflik dan fakta, lebih menyejarah dan benar-benar menggambarkan situasi dan
kondisi masa itu.
Akhirnya,
tiada saran lain dari saya kepada teman-teman pecinta novel yang tak hanya
“sekadar” fiksi, selain menyarankan untuk membaca novel ini. Novel yang
menggugah bibit-bibit nasionalisme sekaligus menghibur dan sarat informasi masa
lalu. Semoga resensi ini bermanfaat bagi semua. Selamat membaca ^_^
0 komentar:
Posting Komentar