Menjadi A Smart
Writer, Siapa Takut?
Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia
tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis
adalah bekerja untuk keabadian.”
(Pramoedya Ananta Toer)
Menulis.
Menulis
bagiku adalah sebuah cara, sebuah solusi mudah, murah dan gratis, sekaligus
terapi yang menjaga jiwaku tetap dalam kewarasan. Lebay? Tidak bagiku.
Nyatanya, hampir tiga dasawarsa menjalani hidup, ada banyak mimpi dan cita-cita
yang tak menggapai nyata dalam realita. Slide-slide sad moments yang tak jua hilang jejak dari memori dan ruang rasa,
kerap menggerus ceria yang harusnya selalu tercipta. Maka menulis meski hanya
di lembaran diary bisu selalu mejadi cara ampuh melegakan perasaan.
Menulis
memang telah menjadi kebiasaanku sejak masih berseragam merah putih. Aku tipe
pendiam. Ketika marah, aku kerap menulis di lembaran-lembaran kertas buku tulis
yang tak lagi terpakai. Pernah suatu hari semasa SMA, aku sengaja mudik karena
merindukan semangkuk bubur kacang ijo buatan emak. Tetapi, sesampainya di
rumah, emak tak bisa membuatkannya karena harus bepergian. Aku kecewa. Maka
sebelum kembali ke kota, kutuliskan isi hatiku di selembar kertas dan
meninggalkannya di kaca lemari emak. Pun ketika suatu hari sedihku memuncak karena
bapak dan emak tak mengijinkanku kuliah ke tempat jauh, aku menempelkan puisiku
di secarik kertas di kaca lemari emak. Kebiasaan menulis itu terbawa hingga ke
bangku kuliah. Saat-saat menanti dosen atau ketika diri tak bersemangat
menyimak penjelasan dosen, aku menulis, menulis, dan menulis berlembar-lembar
puisi di kertas binder. Tulisan-tulisan yang tetap tersimpan hanya sebatas di
lembaran kertas.
Selain
menulis, aku juga suka sekali membaca, terutama novel-novel sastra lama. Bahasanya
indah dan maknanya mendalam. Tahun kedua kuliah, aku mulai rutin membeli novel
dan buku-buku bacaan lainnya seputar dunia perempuan dan motivasi atau yang
bersifat snack for soul. Novel
pertama yang kubeli saat itu adalah novel Pingkan, Sehangat Mentari Musim Semi.
Novel yang mampu menggerakkan semangat hijrah. Aku juga membeli buku Be a Smart
Writer karyanya Mbak Afifah Afra. Buku yang bagus dan penuh motivasi untuk bisa
menulis.
Membaca
banyak novel dan aneka buku membuatku senang. Kadang bahagia membuncah, ikut
terharu, mata menggerimis hingga sesenggukan, nano-nano. Aku mulai berpikir alangkah dahsyatnya kekuatan
kata-kata yang berkelindan indah dalam buku-buku tersebut. Terkadang berisi
hal-hal sederhana yang dikisahkan dengan indah penuh hikmah. Aku jatuh cinta.
Cinta yang membuai pada buku-buku dan kepenulisan. Aku ingin menjadi penulis,
pasti! Menelurkan buku-buku karya sendiri.
Ibarat asa
yang telah menemukan tujuan namun masih merancang peta perjalanan, aku pun
demikian. Menjadi penulis? Apa yang mesti kulalukan dan bagaimana? Siapa yang
bisa mendekatkan aku pada cita-cita itu? Aku pun mencari-cari. Bak gayung
bersambut, aku menyadari ternyata dua dari lima orang sahabat karibku di bangku
kuliah juga suka menulis dan memiliki asa yang sama. Asa yang kian bergairah
tatkala FLP Mataram membuka pendaftaran untuk calon anggota baru tahun 2011
silam. Sayang, gairah itu punah seketika karena pada hari aku dan temanku harus
mengikuti wawancara FLP, soerang dosen killer dengan angkuhnya mengharuskan
kami mengerjakan quiz meski itu bukan
jam mengajarnya. Aku kecewa, mati rasa.
Dua tahun
berselang, FLP Mataram kembali membuka pendaftaran. Aku dan seorang temanku
mendaftar. Sayang, geliatnya tak selincah FLP-FLP di luaran sana. Maka aku
mulai mengikuti kelas menulis online yang diselenggarakan gratis melalui akun facebook salah satu penerbit ternama.
Hanya saja, aku yang kurang bersemangat. Sampai aku menemukan pesan dari
Pramoedya Ananta Toer di sebuah buku, “Orang
boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di
dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Aku
tak mau hanya sekedar hidup lalu mati tanpa meninggalkan manfaat. Aku pun
percaya bahwa setiap orang bisa menulis. Hanya saja, terkadang butuh kekuatan
tekad dan niat yang kuat untuk menulis kebaikan untuk mencerahkan sesama,
semata-mata untuk mencari keridhoan Allah SWT. Maka, menulis dengan niat yang
benar, menghasilkan buku yang bermanfaat adalah harapan terbesarku. Setidaknya
untuk kuwariskan ke anak cucu.
Tahun
2015, aku menemukan info kelas menulis online Smart Writer di facebook yang digawangi penulis sekaligus
blogger handal, Riawani Elyta dan Leyla Hana. Untuk Mbak Leyla Hana, aku belum
memiliki buku-bukunya, tapi mengikuti beritanya di fb. Sebuah bukunya yang
belum pernah kubaca namun membuatku terkesan dengan judulnya, Perjanjian Yang
Kuat. Semoga memilikinya suatu hari nanti. Sedangkan Mbak Riawani Elyta, aku
menemukan profilnya di fb dan mulai mengoleksi novel-novel dan buku karyanya.
Novel karyanya yang pertama kumiliki, Jasmine, kemudian Perjalanan Hati yang
sukses membuatku terkesan hingga sekarang, lalu novel dan buku-bukunya yang
lain. Aku tak mudah "jatuh cinta" pada seorang penulis, namun kepada Mbak RiawaniElyta, aku jatuh cinta padanya lewat novel-novelnya yang selalu mengetengahkan
isu-isu sosial yang faktanya memang terjadi di masyarakat dan tak banyak yang
menulisnya, atau tentang roman-roman sederhana yang kadang menjadi permasalah
utama dalam kehidupan berumah tangga, aku suka. Salutku karena ia seorang PNS
dengan jam kerjanya yang rutin, tentu saja. Tapi mampu memanajemen waktu hingga
produktivitasnya terus meningkat, menurutku. Aku ingin, ingin sepertinya.
Menghasilkan buku-buku berkualitas. Semoga, aamiiin... Ini bukan sanjungan
untuk yang sifatnya “menjilat” lho ya, tapi tulus dari a true admirer ^_^
So, ketika
mimpi menemukan jalan untuk menuntunnya sampai pada tujuan, ketika aku yang
ingin menjadi penulis menemukan info giveaway Smart Writer ini dengan hadiah
yang benar-benar tepat, apa alasanku untuk tak menguatkan tekad mengikutinya? Berkumpul
bersama para penulis dan bergaul dengan orang-orang dengan passion yang sama adalah berkah. Hatta nanti tulisanku pun tak
mampu menjadi pemenang, setidaknya aku berusaha. Insya Allah, pasti selalu ada
jalan buat mereka yang benar-benar berusaha, it is right?
Selamat
untuk Kursus Menulis Online Smart Writer. Semoga terus bertumbuh menjadi wadah
bimbingan bagi mereka yang bertekad kuat untuk menulis untuk kebaikan. Semoga
rahmat senantiasa mengalir untuk para tutornya ^_^
Semoga
Allah wujudkan cita-citaku, menjadi penulis dan menerbitkan buku yang
bermanfaat untuk diri sendiri juga sesama. Buku yang isinya dapat menjadi
pemberat timbangan amal kebajikan, dapat kupertanggungjawabkan kelak di
hadapan-Nya. Buku yang menjadi bukti sekaligus salah satu bentuk kesyukuran
bahwa pernah ada seorang hamba Allah bernama Sri Darmawati di muka bumi. Aku
ingin melalui buku itu jati diriku ada bagi anak cucuku... dan be a smart writer, siapa takut?
Nah, itu dia satu tekadku. Kalau kamu???
Tulisan ini diikutsertakan dalam 1st Giveaway Smart Writer http://smartnulis.blogspot.co.id/2016/02/1st-giveaway-smart-writer.html
4 komentar:
Tetap semangat menulis ^^
Terima kasih Mbak Titis Ayuningsih ^_^
Aamin.. Semoga cita-citanya terwujud ya, mba :-)
iya mba, membaca kadang bisa membuat kita ikut tertawa senang, kadang ikut menangis. Itulah rangkaian kalimat
Posting Komentar