Judul Buku : Soekarno Kuantar Ke Gerbang
Penulis : Ramadhan K.H.
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun Terbit : 2014
Tebal Buku : xvi + 416 hlm
Ukuran Buku : 20,5cm
ISBN : 978-602-8811-95-8
Harga :Rp64.000,-
Kisah Cinta Inggit
– Soekarno,
Cara Asik Belajar Sejarah
Cara Asik Belajar Sejarah
“
... dan di balik lelaki hebat selalu terdapat wanita yang hebat.”
Inggit
Garnasih, sosok mungil nan keibuan itu merupakan penyumbang sebagian besar
kesuksesan yang diraih oleh bapak proklamator Indonesia, Soekarno atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Bung Karno atau Kusno di lingkungan orang-orang
yang sekitarnya. Inggit adalah seorang wanita yang disunting Kusno sebagai
istrinya. Namun, peran Inggit tak hanya sebagai istri yang berkutat di sumur,
dapur, dan kasur seperti kebanyakan wanita lain di zamannya. Bagi Kusno, Inggit
adalah seorang istri, seorang ibu, sahabat, kawan yang senantiasa mendengarkan
dan menyokong segala kegiatan dan cita-citanya.
Peran Inggit amatlah besar bagi
perjuangan seorang Kusno dalam menwujudkan cita-cita kemerdekaan. Inggit
seorang istri yang mandiri dan tak pernah memberatkan sang suami yang sibuk di
lapangan dengan tetek bengek dapur maupun keluh kesah yang lain. Inggit bahkan
yang membiayai sebagian kegiatan Kusno. Inggit seorang istri yang setia, selalu
mengikuti Kusno dalam kedaan susah dan senang, termasuk ketika sang suami
diasingkan ke beberapa daerah yang jauh, ke Ende dan beberapa daerah lainnya di
Indonesia. Inggit, seorang istri sempurna dalam ketidaksempurnaannya sebagai
perempuan. Tak sedikitpun ia kehilangan cinta kepada sang suami meski hidup
terasa berat. Namun, perjuangan dan pengorbanan memang kadang tak selalu
terbalaskan hal yang sama. Lelaki tetaplah lelaki yang kadang gampang tergoda
ketika melihat bunga lain yang lebih muda dan elok. Begitupun Kusno yang tak sanggup
membendung hasratnya untuk tak kembali jatuh cinta kala bertemu dengan sosok
yang tak lain dan tak bukan merupakan anak angkat Inggit dan Kusno, Fatmah.
Lalu bagaimana dengan Inggit,
akankah pengorbanannya sia-sia selama masa-masa sulit bersama sang suami?
Bagaimanakah rangkaian kisah cinta ini dipadukan dengan episode-episode
kehidupan sang proklamator sebelum masuk ke istana?
*****
Separuh
dari prestasi Soekarno dapat didepositokan atas rekening Inggit Garnasih di
dalam “Bank Jasa Nasional Indonesia”, ( S.I. Poeradisastra).
Saya sangat sepakat dengan ungkapan
S.I. Poeradisastra tersebut. Ungkapan yang sangat pantas untuk menggambarkan
betapa besar jasa seorang Inggit Garnasih dalam menyokong, mengemong, dan
mengantarkan seorang Soekarno menjadi pejuang yang mengantar bangsa Indonesia
pada sebuah kemerdekaan. Inggit, sosok
istri idaman yang mandiri, tegar, menjadi tulang punggung dan tangan kanan sang
suami. Inggit mampu menyesuaiakan dan menempatkan diri sebagai seorang istri
pejuang kemerdekaan dengan menjadikan dirinya contoh bagi perempuan lainnya.
Bagi Soekarno, Inggit adalah sosok istri, ibu, juga sahabat. Inggit sosok
berlimpah kasih sayang bagi seorang Kusno yang sejak kecil kekurangan kasih
sayang dan sentuhan sang ibunda.
Besarnya peran Inggit ini diakui
oleh Soekarno sebagai hutang budi yang tak mungkin terbalaskan seumur hidupnya.
Soekarno mengakui hal ini secara terang-terangan pada acara penyambutan
kebebasannya dari penjara Sukammiskin (Desember 1931), pada acara Kongres
Indonesia Raya di Surabaya (2 januari 1932), dan dalam buku autobiografinya.
Tulisan (novel) ini disusun Ramadhan
K.H. sebagai sebuah roman dan bukan tulisan sejarah. Namun, mengutip apa yang
disampaikan Tito Zeni Asmara Hadi dalam kata pengantar, “kalau kita
menceritakan tentang Inggit, tidak akan bisa lepas dari kehidupan bersama
Soekarno dan sejarah perjuangan bangsa ini untuk mencapai Indonesia merdeka”. Kutipan
tersebut benar adanya karena kisah yang disajikan dalam buku ini bukanlah kisah
rekaan atau kisah yang mengada-ada melainkah ditulis berdasarkan kisah hidup
Inggit bersama Soekarno berdasakan hasil wawancara penulis dengan Bu Inggit.
Kisah dalam buku ini mengalir
teratur dengan menggunakan sudut pandang orang pertama (aku), yaitu bu Inggit,
sebagai tokoh utamanya. Membaca bab satu ke bab yang lainnya seperti memakan
kue lapis, membukanya selapis demi selapis, bukan langsung menggigit dan
mengunyahnya begitu saja. Saya pribadi sebagai pembaca, terlarut dalam
penuturan sang tokoh, seolah-olah bukan sedang membaca buku, melainkan
berhadapan langsung dengan sang tokoh utama, saya dibiarkan mendengarkan
sembari menyaksikan slide demi slide penuturan tersebut berputar di hadapan
saya. Saya tidak merasa digurui apalagi sekaku pelajaran Sejarah di sekolah. Emosi
saya “terbawa”, kadang saya berhenti sejenak kemudian berpikir, “seandainya
saya yang jadi Inggit, dan seterusnya, dan seterunsnya...” Saya turut “terhanyut”.
Intinya, saya sangat menikmati gaya penulisan dalam novel ini. Membaca novel
ini menurut saya merupakan cara asik belajar sejarah sambil menikmati kisah
cinta seorang istri kepada suami yang diwarnai perjuangan dan pengorbanan yang
besar, bukan kisah cinta yang kekanak-kanakan seperti pada zaman ini.
Membaca kisah cinta dan kehidupan
Inggit – Soekarno, turut mengurai tahapan–tahapan penting sejarah jatuh bangunnya
perjuangan sang proklamator dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tak semata
kisah cinta dan kehidupan pribadi yang diuraikan disini, melainkan pada setiap
kisah cinta dan kehidupan pribadi Inggit dan Soekarno juga senantiasa melekat
kisah perjuangan dan aktivitas sehari-hari Soekarno yang terlebih sering berada
di luar rumah untuk bertemu tokoh-tokoh penting sebagai rekan seperjuangan
dalam rapat-rapat penting yang sifatnya rahasia maupun terbuka, aktivitas dalam
kongres-kongres kepemudaan, perjalanan keluar masuk penjara, diasingkan, hingga
tiba sang proklamator di gerbang istana.
Sayangnya,
dan ini membuat perasaan saya nelangsa (ehem), mengusik sisi sensitif saya
sebagai wanita sekaligus seorang istri, bahwa
nyatanya perjuangan hebat dan berat dari seorang istri yang hebat hingga
mengantarkan sang suami ke gerbang pencapaian ambisi dan mimpi-mimpinya,
akhirnya diceraikan demi sesosok wanita lain yang lebih muda. Ironis. Tapi itulah
adanya, bahwa kehidupan seorang lelaki hebat sekalipun tak pernah sempurna
karena ia hanya manusia biasa. Maka baiklah, mari kita abaikan sisi negatif
kehidupan sang tokoh kemerdekaan, tanpa melepas simpati kepada tokoh utama. Belajar
dari Inggit, tentang cinta, maaf, dan juga doa.
Baiklah,
sampai disini dulu ya resensi dari saya. Pokoknya, saya sangat merekomendasikan
buku ini bagi sahabat semua. Buku ini merupakan cara asik belajar sejarah
sekaligus menikmati indahnya romantika cinta dan pengorbanan.
Selamat
bertamsya di kebun kata. Semoga bermanfaat.
2 komentar:
wahhh...jadi pengen baca nih..:)
Baca yuk Mbak bukunya,,, buku bagus ini ^_^
Posting Komentar